Minggu, 17 Februari 2013

Edit

Never judge someone better than yourself :)



Saya menikah dengan seorang laki2 yg bukan ustadz. Bahkan kalau saya perhatikan, saya dan dia bagaikan dua dunia yg berbeda. Sejak kecil saya hidup berpindah-pindah dari pondok pesantren ke pondok pesantren lainnya, sejak usia 12 tahun. Hingga saya belajar ke Hadramouth (Oman). Saya tidak hafal Al-Qur’an namun jika saya membaca Al-Qur’an insya Allah saya bisa memahaminya. Saya pun hafal ribuan kitab. Bahkan hingga hafal riwayatnya. Dan begitulah…. hingga saya menikah dengan seseorang yg bukan ustadz…

Saya menikah dengan seseorang yang begitu pertama kali mendengar saya membaca Al-Qur’an, dia begitu takjub dengan bacaan saya dan berkata “kamu pasti hafal Al-Qur’an??”
Saya jawab, “tidak saya tidak hafal”
Dia memaksa, “kamu pasti hafal! Saya belum pernah mendengar bacaan Al-Qur’an secepat ini dan kamu tau? Terakhir saya membaca Al-Qur’an itu ketika saya SMA”…


Masya Allah, bisa anda bayangkan bagaimana lamanya hatinya tak tersentuh Al-Qur’an!

Saya memang terbiasa sholat qobliyah dan ba’diyah selain memang melaksanakan yg wajib2. Saya menikah dengan seseorang yang ketika setelah sholat wajib berjamaah bareng dia dan saya lanjutkan dengan sholat ba’diyah, lantas dia pun bertanya “kamu menganggap sholat bareng saya nggak sah ya??”
Saya jawab, “sah, memang kenapa?”
Dia bilang, “lantas, kenapa kamu sholat lagi??”
“Saya sholat sunnah setelah sholat wajib”


Saya menikah dengan seseorang yang tidak tahu kalau setelah sholat wajib ada sholat sunnah. Masya Allah…
 

Bahkan dia bernah bercerita…
“Kamu tau nggak? dulu waktu saya lagi sibuk, saya suka gabung2 waktu sholat?”
“Oh… maksudnya gabung2 zuhur-ashar, magrib-isya begitu?”
“Bukan. Jadi sebelum subuh, sholatnya saya gabung dari subuh hingga isya!”

Allahu Akbar! Saya menikah dengan orang seperti itu…
                                                       
Perbedaan saya dan dia begitu banyak. Saya punya kebiasaan menyikat gigi dengan siwak dan ketika dia melihat itu, dia bertanya “sikat gigi dengan apa kamu?”
Saya jawab “ini sunnah Rasul karena dulu Rasul punya kebiasaan bersiwak”
Anda tau apa kata dia? Dia bilang ,”iya, karena jaman Rasul dulu belom ada odol..”


Innalillahi…
 

Sampai suatu ketika, ada sebuah pesta perusahaan suami saya & sebagai seorang kontraktor, pesta tersebut dihadiri kolega2nya. Dia menyuruh saya melepas cadar ketika datang ke pesta itu. Hati saya begitu geram… bahkan hingga membuat saya menangis… namun apa daya karena ia adalah suami saya jadi saya harus patuh padanya.. Hati saya makin geram manakala di pesta tersebut laki2 dan perempuan bercampur dan dengan mudahnya cium pipi kiri dan pipi kanan…

Innalillahi… saya pun berpikir… “Apakah benar ini jodoh saya? Saya selalu berdoa kepada Allah ‘Ya Allah berikan saya jodoh yang Engkau cintai dan Rasul-mu cintai…’ tidak ada yg salah dengan doa saya bukan??”

Saya pun bisa berpikir lagi “jangan2 dia bukan jodoh saya? Hanya batu loncatan saja?”

Mungkin anda ingin tau bagaimana saya bisa menikah dengan dia? Saya tidak berpacaran dengannya, saya pun dijodohkan oleh ustadz saya.. bahkan Abah saya sendiri yang mengiyakan lamarannya… subhanallah… dari pengalaman2 diatas, saya sampai pada titik dimana saya sepertinya tidak ketemu Jalan keluarnya…
Saya tidak menangis didepan dia. Kalau saya ingin ada sesuatu yang ingin saya merubahnya, saya tidak sampaikan padanya… saya sampaikan pada Yang Memegang hatinya…
 

Kalau saya melihat dia sholat begitu cepatnya, saya selalu berdoa “Ya Allah karuniakan kepadanya kenikmatan sholat”. Saya akan berdoa “Pahamkan padanya nikmat iman…” terus begitu… Selain dari itu, saya terus meyakini bahwa ia adalah orang yg Allah dan Rasul cintai… hanya saja saya belum menemukan titik temunya..

Hingga saya punya strategi. Saya bilang padanya “Saya nggak mau sholat jika saya tidak berjamaah bersamamu…” Akhirnya, saya pastikan dia sholat bersama saya dan saya angkat sebagai imam meski bacaannya masih banyak salah. Allah itu Arrahman dan Arrahiim.. saya tidak peduli karena Bukan seperti itu cara pandangnya. Hingga suatu ketika saat ingin sholat berjamaah, saya menunggu lamaaaa sekali ia selesai wudhu
“Kenapa wudhu lama sekali kak?”, tanya saya
“Maaf Habibah, tadi waktu saya wudhu ada semut berbaris..”
“Jadi nggak wudhunya?”
“Iya jadi, semutnha saya selametin dulu satu-satu..”
“Jadi semua semutnya selamat?”
“Alhamdulillah selamat!” Jawab suami saya.


Awalnya saya juga aneh, namun lama kelamaan saya mulai melihat sisi lain dari suami saya.. Kejadian tsb mengingatkan saya pada sebuah riwayat, kisah ttg imam Ghazali yg ketika meninggal dunia ditanya oleh seorang muridnya
”Bagaimana keadaan wahai imam?”
“Alhamdulillah Allah telah mengampuni semua dosa saya..”
“Kenapa wahai imam?”
 
“Karena pada suatu ketika saya sedang menulis kitab saya, ada seekor lalat yang hinggap di atas tinta saya, dia meminum dari tinta saya dan saya membiarkannya meminum hingga kenyang sampai ketika ia kembali terbang, saya kembali melanjutkan tulisan saya…”

Subhanallah! Saya melihat suami saya adalah orang yg memiliki rahmat dalam hatinya terhadap hamba2 Allah & makhluk Allah, selain itu saya juga mulai melihat sisi2 lain dari suami saya…

Alhamdulillah wa subhanallah… sekarang suami saya lebih hebat dari saya. Saya dapati ia adalah seorang yg istiqomah tahajjud, dia saya dapati tidak pernah meninggalkan Al-Qur’an, dzikr panjang dan ibadahnya luar biasa..

Subhanallah.. doa itu tidak instan. Tunggulah saja dan nikmati proses, proses ijabahnya doa. Gunakan seluruh kekuatan doamu, dan sandarkan hatimu pada Yang Maha Memiliki Hati…

-kisah nyata seorang ustadzah-
-just a listener directly based on true story-

Semoga bermanfaat :)
@sarahaeyo

*nama yang bersangkutan disamarkan atas permintaan pribadi yg bersangkutan

5 komentar: