Minggu, 04 Maret 2012

Edit

Hati-Hati: Riya’!


Sebenernya udah lama mau nulis ini dan mohon maaf karena baru menyampaikannya. Alkisah ada sebuah tausiyah (materi) yang saya peroleh dari seorang Ustadzah. Subhanallah, baru pertama bertemu beliau tapi ceramahnya bener2 nancep cep di hati. Pas banget, ngena banget. Sebenernya ada dua topik yang mau saya certain. Kali ini yang ini dulu yah :D

Sebagai seorang Muslim, tentu kita tau makna dari tauhid, yakni mengesakan Allah dan tidak menyembah selain dari pada-Nya. Namun tentu, makna mengesakan ini begitu luas. Mari kita telaah satu persatu: 

Lailahaillallah: Tiada yang disembah selain Allah. Dalam hal ini jelas penyembahan hanya kepada Allah tanpa menyekutukannya dengan yang lain, baik itu benda hidup atau benda mati. Mungkin sudah cukup jelas disini bahwasanya seorang Muslim yang bertauhid dengan benar tentu tidak akan percaya dengan ramalan atau mitos2 tradisional lainnya karena jatuhnya adalah syirik alias menduakan Allah. 

Lamaksud illallah: Tiada tujuan selain Allah. Nah, di section ini nih saya begitu terpukul,  dan sangaaaatttt terpukul sekali alias malu sama diri sendiri (mau tidur juga gelisah karena kepikiran section ini nih). Dan sang ustadzah pun mengisahkan sebuah riwayat yang beliau baca dari sebuah kitab. Gaya ustadzah ini menceritakan asyik banget kayak mendongeng dan saya sangat menikmati ceramah beliau. Ada 2 kisah yang beliau ceritakan. Insya Allah kisah ini real adanya.

Kisah pertama:

Pada zaman Rasulullah, pengumuman untuk berperang diumumkan satu hari sebelumnya dengan berkeliling dan berteriak ke segala penjuru karena waktu itu belum ada speaker. “Perhatian-perhatian semuanya, Rasul memerintahkan besok kita akan perang. Jadi tolong dipersiapkan semua peralatannya. Besok kita akan kumpul disini, jam segini..” Ujar sang pemberi pengumuman.

Alkisah adalah seorang sahabat yang mendengar seruan perang tersebut. Sahabat ini, sebut saja Fulana sangat antusias sekali dan tak sabar untuk berjihad. Lantas dengan semangat LUAR BIASA, ia membersihkan kudanya yang akan digunakan untuk perang, baju perangnya dan lain sebagainya. Dalam hati fulana berujar, “Asik, pokoknya setelah perang besok, aku mau makan ati kambing ah..Pokoknya harus banyak ati kambingnya! Hmm.. Enak” *sambil ngebayangin ati kambing* Selanjutnya, Fulana tidur dan bermimpi:

Mimpinya ia berada di Padang Masyhar dan saat itu adalah hari penghisaban (hari penimbangan amal). Ceritanya ia meninggal bersama dengan teman-temannya yang juga  ikut berperang. Namun, ada hal aneh yang mengganggu pikirannya. Teman-temannya yang meninggal setelah berperang berpakaian bersih, wangi dan bersinar selayaknya orang mati syahid sedangkan dirinya masih berlumuran darah dan bau anyir padahal ia dan teman-temannya sama-sama mati di medan perang. Lantas, ia pun bertanya pada malaikat terdekat:

Fulana: “Ya malaikat, kok saya masih berlumuran darah gini sementara temen-temen saya matinya barengan sama saya di medan perang bersih-bersih dan harum gitu?”
Malaikat: “Oh ya bentar-bentar, nama kamu siapa? Mmm.. tunggu-tunggu saya cek dulu.. Fulana bin Fulan ya..”

Setelah dicek….

Malaikat: “Oh.. tidak bisa.. kamu bukan mati syahid karena waktu mau perang kamu niatnya bukan karena Allah tapi karena kamu mau makan ati kambing.. Jadi balesanmu ini aja, ati kambing”

JELEGER!! Bagai kesamber petir, Fulana bangun dari tempat tidurnya dan beristighfar sebanyak mungkin. Sebelumnya ia tidak berpikir kemungkinan ia akan mati di medan perang dan berniat berpesta dengan ati kambing setelah perang tersebut. Akhirnya Fulana taubat dan tidak mau makan ati kambing seumur hidupnya.

Kisah kedua:

Alkisah sudah menjadi kebiasaan di sebuah pesantren untuk saling membangunkan di waktu subuh. Adalah seorang santri, sebut saja Fulano, pagi itu sudah bangun sebelum subuh dan sedang membaca Al-Qur’an. Dan tibalah giliran kamar Fulano yang diketuk oleh santri yang bertugas membangunkan sholat subuh.

Tok tok tok. Pintu diketuk.

Fulano yang sedang membaca Qur’an pun mengeraskan suaranya sehingga santri petugas tersebut mendengarnya dan mengetahui bahwa ia sudah bangun jadi tidak perlu mengetuk pintu lagi. Begitu mendengar lantunan Al-Qur’an yang dibaca Fulano, sang santri pun paham bahwa Fulano sudah siap untuk sholat subuh dan tak perlu lagi mengetuk pintu kamarnya. Lantas, sang santri melanjutkan tugas ke kamar berikutnya dan Fulano melanjutkan bacaan Qur’annya. Kisah berlanjut dalam sebuah mimpi yang dialami Fulano. Ia bermimpi sedang berada di Padang Masyhar dan saat itu adalah hari penimbangan amal. Ia melihat daftar amalan yang telah ia lakukan selama di dunia. Malaikat memperlihatkan itu padanya. Namun ada kejanggalan yang ia rasa lalu ia pun memprotes malaikat tersebut.

Fulano: “Ya malaikat, saya waktu itu, hari itu, jam segini, menit ke sekian baca Qur’an sebanyak sekian halaman tapi kok yang dicatet Cuma segini? Kemana yang saya baca pada menit ke-ini?” Protes Fulano pada malaikat setelah melihat amalan bacaan Qur’annya yang tidak dicatat Malaikat. Apakah malaikat yang salah? Lantas malaikat menjawab:
Malaikat: “Ya Fulano, pada menit tersebut engkau membaca Al-Qur’an bukan karena Allah tapi engkau membaca Al-Qur’an karena ingin diketahui orang lain bahwa engkau sedang membaca Al-Qur’an.”
Fulano pun teringat pada memori kala itu. Seingatnya ia HANYA mengeraskan bacaan agar temannya tahu ia sudah bangun sebelum subuh.
Malaikat: “Engkau seharusnya bisa menjawab ‘Ya, saya sudah bangun’ kepada temanmu kala itu namun engkau malah mengeraskan bacaan Al-Qur’anmu agar temanmu mengetahui engkau sedang membacanya. Karena niatmu untuk itu, maka bacaan Qur’anmu pada menit tersebut tidak dihitung alias ENOL..”
Fulano tidak berdosa sih namun ternyata amalannya sia-sia…

JELEGER!! Bagai kesamber petir *kali ini saya sih yang jeleger*, kisah ini benar2 menohok banget di hati! Astaghfirullahal’adziimm… Sudah berapa banyakkah segala sesuatu yang kita kerjakan karena Allah? Mungkin masih bisa dihitung.. ah, itu pun kalau masih ada.. bagaimana kalau tidak ada sama sekali? Astaghfirullah, sia-sia saja apa yang sudah kita kerjakan selama ini.
Ustadzah pun menambahkan bahwa Riya’ itu haluuuusss sekali, ia bagai debu halus yang menelisik diantara sayap-sayap semut (atau rayap? Maap saya lupa :p) jadi orang takkan sadar bahwa sesungguhnya ia telah melakukan Riya’ dan ini adalah sebuah dosa besar. Innalillahiii..

Kembali ingat pada diri sendiri, apakah karena-Nya? Atau karena yang lain? Sejak saat itu saya bahkan jadi takut (atau parno sendiri) kalo mau ngetweet atau update status. Perhatikan benar2 karena Allah atau bukan. Karena boleh jadi, itu adalah bentuk dari Riya’.

“Alhamdulillah hari ini puasa saya lancar..”
“Capek juga yah abis tahajjud 3 jam..”
“Alhamdulillah bisa khatam hari ini..”
“Hari ini hafal An-Najm, saya merasa produktif hari ini! :D”
“I’m at Bristol, UK”
“I’m off this weekend during my holiday travelling around Europe..”

And masiiih banyak lagi mungkin update status or tweet2 yang berpotensi Riya’ (Yak, mengaca pada diri sendiri sih..). Pengin dibilang sholeh/sholehah? Pengen dibilang keren? Pengen diliat sebagai orang sukses?? Or apapun alasannya, hati-hati yah sama Riya’ itu… namun jangan sampe kewaspadaan terhadap Riya’ ini menghalangi kita dari menyampaikan sebuah kebaikan dan jangan sampai pula update2an seperti itu menimbulkan prasangka buruk pada orang yang menulisnya. Siapa tau niatnya memotivasi, ya nggak ? J tapii.. alangkah baiknya mungkin sejak sekarang kita hindari dari kesombongan yang sangat tipiiiiss batasnya tersebut :D

Jadi inget kata mamah saya: 
“Mamah sih males update status. Mau macem-macem entar dikira pamer, mau ngeluh entar semua orang tau masalah gue. Udah lah ga usah. Mama kalo update status juga paling copy2 aja dari Mario Teguh atau ayat Qur’an. Kalo Mario Teguh kan jelas dari Mario bukan dari mama, kalo Ayat Qur’an kan jelas itu ayat Qur’an yang semua orang bisa baca langsung” 

Lamasyhud illallah: Tiada yang disaksikan kecuali Allah. Nah yang ini, kita sebagai muslim yang memahami tauhid dengan baik harus bisa menghadirkan Allah sebagai pengawas kita. Dimanapun kita berada, dengan siapapun, baik dengan orang sholeh maupun gak sholeh, kudu inget bahwa kita diawasin. So, kalo selalu inget kita diawasin maka kita nggak mungkin berbuat macem2. Misalnya kalo di kantor ada Bos, pasti kita berlaku baik2 kan? Karena takut bos marah. Apalagi sama Allah, our Creator. Kalo menyadari bahwa Ia selalu tau apa yang kita lakukan maka takkan ada satu perbuatan kita yang mengecewakan-Nya.

Wallahu’alam bisshawab. Kembali pada diri sendiri, hanya sekedar ingin saling mengingatkan dan memotivasi diri sendiri. Semoga kita bisa mengaplikasikan tiga diatas dengan sangat baik. Good luck! :)

3 komentar: