Sabtu, 30 April 2011

Edit

Poni dan Tonga: Program Edukasi Lingkungan melalui Lagu Anak




Kepedulian masyarakat Indonesia yang rendah terhadap lingkungan menyebabkan sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama di daerah berkembang seperti di kota-kota besar. Sampah sebagai bahan sisa dari aktifitas manusia dan alam yang belum mempunyai nilai ekonomis dapat menyebabkan lingkungan tampak kotor dan kumuh, menyumbat saluran air sehingga terjadi banjir dan menyebabkan penyakit jika tidak dikelola secara benar. Berkembangmya suatu kota akan menyebabkan jumlah sampah semakin banyak karena jumlah penduduknya semakin banyak.

Masalah sampah tidak hanya sekedar hanya bagaimana mengolah atau mengelola sampah saja tetapi juga terkait dengan masalah budaya/sosiologi masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya tidak peduli tentang sampah, suka buang sampah sembarangan, dan cenderung mementingkan diri sendiri. Paradigma yang salah ini mungkin merupakan salah satu penyebab mengapa banyak program tentang sampah yang tidak berhasil. Mengubah paradigma masyarakat tentang sampah menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari upaya-upaya penanganan sampah secara terpadu. Sampah menjadi sesuatu yang dapat ditemui dimanapun, di kendaraan umum, terminal, stasiun, jalan umum, tempat rekreasi bahkan di institusi pendidikan sekalipun. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya masih jarang ditemui.

Masalah utama mengenai sampah erat kaitannya dengan pola pikir dan perilaku masyarakat. Saat ini, pemerintah lebih banyak berfokus pada program-program fisik, misalnya dengan membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA), membuat tempat-tempat sampah baru dan mendatangkan teknologi maju dari negara lain. Sementara, permasalahan sampah di Indonesia bukan hanya permasalahan fisik. Program non-fisik belum banyak dilakukan padahal program ini justru memiliki potensi dalam jangka panjang meski lebih sulit, membutuhkan waktu lama, kontinuitas, dan dana yang tidak sedikit. Program non-fisik dapat dilakukan melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM) baru.

SDM berkaitan erat dengan karakter masing-masing individu. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Penelitian di berbagai belahan dunia membuktikan bahwa pengalaman pertama yang anak dapatkan ketika ia masih berusia dini berdampak mendalam pada hidupnya. Tim Utton dalam Megawangi (2007) menyatakan pada usia 3 tahun manusia dibentuk untuk seumur hidup. Hal ini cukup menegaskan bahwa pendidikan karakter harus ditanamkan sejak usia dini. Selain itu, sekitar 80 persen otak anak berkembang pada fase yang dikenal dengan “golden age” atau masa-masa keemasan. Usia emas ini diprediksi berkisar antara 0-5 tahun pertama pertumbuhan manusia. Pada masa emas, seorang anak mampu menyerap ide dan ilmu/pelajaran jauh lebih kuat daripada orang dewasa, sehingga memberikan pendidikan kepada anak di usia tersebut sangat penting untuk tumbuh kembangnya.

Banyak pakar yang mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Pendidikan karakter merupakan proses jangka panjang yang harus dimulai sejak dini dan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Pendidikan karakter bukanlah pendidikan instan yang langsung jadi, namun membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses internalisasi yang akan menguatkan terbentuknya perilaku tertentu. Penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.

Penerapan pendidikan karakter bukan hanya harus dilakukan di dalam pendidikan formal, namun juga di dalam pendidikan informal. Menurut Pasal 13 Ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal yang dimaksud di sini adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Jika ditilik dari segi waktu, pendidikan informal sesungguhnya memainkan peranan penting dalam dunia pendidikan nasional, karena lebih dari 70% waktu peserta didik dihabiskan di luar sekolah. Dengan demikian, penerapan pendidikan karakter dalam pendidikan informal seharusnya dapat memiliki peran yang lebih besar dalam pembentukan karakter peserta didik.

Walaupun penerapan pendidikan karakter dalam pendidikan nasional Indonesia telah dilakukan sejak lama, luaran yang dihasilkan masih jauh dari harapan. Menurut Supriadi (2009), telah terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan nasional dalam rangka membentuk manusia dewasa dan berwatak mandiri. Kurang berhasilnya sistem pendidikan membentuk sumber daya manusia dengan karakter yang tangguh, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri terjadi hampir di semua lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta.

Kegagalan dalam dunia pendidikan nasional ini berkolerasi dengan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu jalur pendidikan alternatif yang dapat membentuk rasa cinta lingkungan yang diikuti dengan rasa tanggung jawab untuk memelihara dan melestarikannya. Pendidikan alternatif ini dapat dilakukan dengan media musik, karena musik merupakan salah satu hal yang berhubungan dengan memori-memori paling awal dalam kehidupan kita, yang dapat terus berkembang untuk diterapkan di masa mendatang.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa usia yang cocok bagi anak berlatih musik, yaitu usia 3 atau 4 sampai 6 tahun. Usia tersebut adalah masa yang paling tepat untuk mulai belajar musik, karena masa ini adalah masa terbaik pada perkembangan pendengaran. Selain itu, pada usia 8-9 tahun, otak kanan dan kiri akan terhubung dan akan mengalami penebalan pada penghubung otak kanan dan kiri. Untuk itu, apabila pendidikan musik diberikan sebelum anak berusia 8 tahun, maka dapat meningkatkan kecerdasan. Statistik menunjukkan, siswa yang belajar musik acap kali mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap konsepsi matematika (misalnya perbandingan, persentasi, bilangan, bidang, volume, dan lain-lain.) dan konsep ilmiah, daya imajinasinya terhadap konsep ruang waktu dan wujud komposisi juga lebih menonjol.
Disisi lain, musik merupakan salah satu cara yang efektif untuk menumbuhkembangkan kecerdasan emosi positif, dengan efek jangka panjang bagi otak manusia. Selain berperan sebagai stimulan, musik juga dapat mencairkan mental, perkembangan fisik dan sosial, dan memberikan antusiasme dan keahlian yang mereka butuhkan untuk melatih pribadi mereka sebagai individu. Sayangnya, pada era saat ini industri musik Indonesia sangat jarang menghasilkan lagu anak-anak. Padahal faktanya anak-anak perlu mendengarkan lagu-lagu yang sesuai dengan emosi mereka seperti yang sering digambarkan pada lagu anak-anak. Banyak pengamat musik yang menyayangkan berkurangnya kemunculan lagu anak karena kehadiran lagu–lagu itu bisa merangsang perkembangan otak anak yang akan membuat mereka bisa meningkatkan kecerdasan mereka. Lagu anak seakan tenggelam dan semakin banyak anak-anak yang lebih sering menyanyikan lagu orang dewasa daripada lagu anak-anak. Bahkan seperti yang dilansir oleh republika.co.id pada 21 Juli 2010, akibatnya anak-anak hari ini sudah tidak memiliki identitas lagi dalam menyanyikan sebuah lagu. Oleh karena itu, anak-anak menjadi sangat kekurangan pilihan lagu.

Dengan melihat pentingnya peranan musik dalam pertumbuhan otak dan kecerdasan anak, maka dapat disimpulkan bahwa kita dapat melatih kecerdasan emosional anak dengan musik. Kecerdasan emosional yang dimaksud di sini termasuk dalam kepedulian terhadap lingkungan dan kemauan untuk memeliharanya. Untuk dapat mengajarkan musik secara efektif pada anak, pengajar dapat menggunakan alat peraga yang berhubungan dengan musik yang diperdengarkan. Selain itu, bentuk musik yang dapat dijadikan sarana belajar bagi anak adalah nyanyian anak-anak yang merupakan satu perwujudan bentuk pernyataan atau pesan yang memiliki daya menggerakkan hati, berwawasan cita rasa keindahan, cita rasa estetika. Pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui nyanyian dapat membantu anak menumbuhkembangkan segi emosi yaitu anak dapat menyalurkan emosi, dapat menggugah rasa senang, kagum atau haru. Seorang pakar menyebutkan bahwa pendidikan musik pada anak ini harus disertai dengan pengulangan-pengulangan. Pengulangan yang dimaksud adalah memperdengarkan musik yang sama dalam kurun waktu tertentu secara rutin. Dengan adanya pengulangan ini, gagasan-gagasan dan pesan yang terdapat dalam musik atau lagu dapat dieksplorasi secara lebih baik oleh anak.
Berdasarkan berbagai teori mengenai pendidikan karakter dan pengaruh musik pada anak, maka diperlukan beberapa langkah implementasi dalam membuat suatu program pendidikan karakter cinta lingkungan berbasis musik pada anak usia 3-6 tahun. Langkah pertama adalah melakukan audisi terbuka bagi orang-orang yang mampu untuk membuat lagu-lagu anak yang bertema cinta lingkungan. Agar dapat menyaring peserta audisi, dibutuhkan persiapan dan publikasi yang baik dan terencana. Dengan adanya audisi ini, diharapkan spektrum masyarakat yang terlibat dalam program pendidikan ini menjadi semakin luas. Luaran yang diharapkan dari audisi terbuka adalah didapatkannya sejumlah lagu anak-anak bertema cinta lingkungan yang baik, berkualitas, dan mudah diajarkan kepada anak-anak usia dini.

Selanjutnya, lomba menanyi lagu anak-anak diadakan untuk lebih mempopulerkan lagu-lagu yang telah terseleksi. Adanya lomba menyanyi lagu baru ini juga diharapkan dapat merangsang anak untuk terus menyanyikannya. Lomba menyanyi lagu anak bertemakan cinta lingkungan dapat dilakukan di Mall-mall yang ada di kota-kota besar di Indonesia juga stasiun-stasiun radio dan televisi sehingga lagu-lagu ini menjadi terkenal dan semakin banyak anak yang mendengarkannya. Luaran lain dari lomba menyanyi ini adalah adanya idol bagi anak-anak yang dapat menjadi idola teladan berkarakter cinta lingkungan. Dengan adanya idola maka anak-anak akan termotivasi mengikuti kebiasaan idola mereka.

Setelah lagu-lagu didapatkan dan penyanyi telah ditentukan maka langkah selanjutnya adalah melakukan perekaman terhadap lagu-lagu ini ke dalam format musik MP3 dalam bentuk cakram audio. Dengan adanya rekaman ini, pengajar dan orang tua dapat melakukan pengulangan pemutaran lagu kepada anak-anak secara rutin, sehingga pesan cinta lingkungan yang terdapat dalam lagu tersebut dapat diterima dan diamalkan secara lebih baik oleh anak-anak yang mendengarkannya.

Seperti telah diketahui sebelumnya, pengajaran lagu atau musik kepada anak dapat dilakukan dengan lebih efektif jika menggunakan peragaan. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang dapat dilaksanakan adalah mengadakan roadshow ke Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain (KB) untuk memperkenalkan lagu-lagu hasil audisi secara langsung.

Untuk dapat membuat anak-anak lebih tertarik dalam bernyanyi dan memperagakan pesan cinta lingkungan, dapat digunakan maskot. Maskot yang saya usulkan di sini adalah Poni (pohon hijau) dan Tonga (tong sampah). Poni merupakan maskot berbentuk pohon yang merefleksikan keasrian lingkungan, dan Tonga merupakan maskot berbentuk tong sampah yang mencerminkan kebersihan lingkungan. Dengan adanya maskot ini, anak-anak akan diajak untuk bermain secara atraktif serta melakukan beberapa aksi mudah dalam menjaga lingkungan sekitar, misalnya aksi untuk membuang sampah pada tempatnya sambil terus distimulasi dengan lagu-lagu luaran audisi yang telah direkam sebelumnya.

Dengan adanya program yang bersinambung seperti ini, diharapkan program pendidikan karakter cinta lingkungan berbasis musik ini dapat berlangsung dengan baik. Adanya peranan langsung dari orang tua dan tenaga pengajar tentu saja memegang peranan penting dalam keberhasilan program ini. Oleh karena, penyuluhan terhadap orang tua dan guru TK dan KB merupakan langkah terakhir yang perlu dilakukan untuk menjamin kesuksesan program pendidikan ini.

Program edukasi ini dapat menjadi solusi alternatif untuk membangun SDM baru berkualitas yang diharapkan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar serta kemauan untuk memeliharanya. Dengan adanya SDM baru melalui pendidikan karakter pada anak usia dini, kebiasaan buruk dan kekurangpedulian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan diharapkan dapat dikurangi. Model pendidikan karakter cinta lingkungan pada anak usia dini berbasis musik ini juga digagas dapat menstimuli produksi lagu anak-anak sehingga peredaran lagu anak-anak meningkat dan sarana edukasi anak-anak saat ini semakin bertambah.

Penyediaan lagu anak-anak bertemakan lingkungan sebaiknya didukung oleh industri musik yang memproduksi lagu anak-anak sehingga akan nada banyak lagu yang menjadi sarana edukasi anak-anak. Metode pendidikan karakter berbasis musik sudah cukup banyak diaplikasikan di TK dan Kelompok Belajar (KB) tertentu namun masih memerlukan sosialisasi lebih luas sehingga semakin banyak institusi pendidikan yang menyadari manfaat dari model pendidikan ini.

1 komentar: