Minggu, 10 April 2011

Edit

Socks, Love and Dream (a scriptwriting)

SOCKS, LOVE, AND DREAM

Written by : Sarah Tsaqqofa, Ratih Kumala Dewi

Total durasi : 30 menit

SINOPSIS

Naskah ini menceritakan tentang dua sisi kehidupan remaja putri di sebuah SMA. Raysa adalah seorang muslimah gaul yang hobi ke salon untuk merawat kuku-kuku kakinya. Bagian tubuh yang paling disukainya adalah kaki. Oleh karena itu ia selalu meluangkan waktunya untuk ke salon. Walaupun fashionable, Raysa tetap memakai jilbab yang dikatakannya ‘jilbab gaul’. Ia memiliki tiga orang sahabat yang belum berjilbab yakni Inna, Dian dan Vera. Sementara itu, Fathia adalah aktivis ROHIS yang berpakaian serba tertutup, mulai dari kepala hingga kaki. Fathia adalah muslimah yang baik hati dan bersahaja. Kemanapun ia pergi, kaos kaki tak pernah lepas dari kakinya. Raysa, Inna, Dian, Vera dan Fathia merupakan sosok dengan pribadi berbeda yang akhirnya dipersatukan oleh sebuah cinta, yakni cinta kepada Tuhan mereka.

Scene 1 (durasi : 2 menit)

(OST-all artist-Pelajar Bodoh-Kambing jantan)

EXT. Sebuah sekolah

Film diawali dengan memasuki sebuah sekolah SMA Swasta Di Jakarta. Terlihat beragam aktifitas siswanya pada saat jam istirahat berlangsung. Ada yang sibuk makan, main basket, belajar di perpustakaan, sholat di mesjid, sedang mengerjai temannya yang ulang tahun, tidak terkecuali empat sekawan yang tengah berbincang-bincang di salah satu sudut sekolah. Mereka bernama Raysa, siswi berkerudung yang modis dan cantik, Inna yang berambut panjang dan selalu memakai bando, Dian yang sedikit tomboy namun masih terlihat cantik dengan rambut kuncir kudanya, dan Vera yang berambut sebahu yang baru saja dicat coklat. Mereka terkenal sebagai siswi paling modis di sekolah itu.

(lagu di stop)

Inna : “KYAAAAAAA, gals kalian harus lihat ini…….” (menunjukkan sesuatu di sebuah majalah)

Vera : “Pemilihan Cover Girl udah dibuka. Oke banget. Lo harus ikutan Ray….”

Dian : “ Iya Ray….secara, jaman kelas 1 SMA juga kan lo hampir aja lolos. Kalau aja gak kena cacar mendadak”

Raysa :“Kalian ini…. Kayak ABG Labil aja. Inget umur deh, udah gak jaman kali daftar yang gitu-gituan”

(Inna, Vera, Dian saling berpandangan heran)

Inna : “Lu kenapa Ray?”

Vera : “AAah. Gw tau. Gw tau ni. Jangan-jangan lu tobat mendadak semenjak pake jilbab?”

Dian : “Hush, parah lu ah. Kayak gak tau kenapa Ray pake jilbab aja. Lagipula, pake jilbab kan juga bisa jadi model Ray….”

Raysa : “Kalian ini. Udah berapa kali gw bilang, dilarang memprotes penampilan gw yang sekarang kecuali lo juga mau ikut-ikutan?”

Dian : “Lho? Jadi bener lo mau berhenti berusaha jadi model?”

Raysa : “Siapa bilang, gw kan cuma bilang kalo cover girl tuh udah gak jaman. Niih, gw lagi ngisi form submission buat Agency. Om gw yang nawarin”

Inna : “Waaaaah, liat-liat-liat”

Vera : “Gw juga mau liat. Wah, ini kan agency yang nge-promoin Gita Gutawa. Oke gila lo. Mantep dah si Ray”

Dian : (melihat form dengan seksama) “Sebutkan bagian tubuh yang paling kamu suka? Pertanyaan macam apa ni Ray?”

Raysa : “Itu namanya pertanyaan psikologis gals , dan tebak jawaban gw apa?”

Inna : “Rambut. Eh, tapi gak mungkin ya. Kan ketutupan kain”

Vera : “Mata lo. Tapi….sering lo tibanin soft lense, eyeshadow, and mascara tebel-tebel”

Dian : “Bibir? Hidung? Gak mungkin sih lo jawab itu”

Raysa : “ Kalian benar2 gak tau apa yang paling istimewa dari penampilan gw?”

(ketiga temannya menggeleng)

Raysa : “Ya kaki gw laah….” (menunjukkan hasil meni-pedi di kaki lengkap beserta gelang kaki yang berkilau indah)

Inna : (tertawa tiba-tiba) “Hahahaha”

Raysa : “kok ketawa? Lo ngeledekin gw??”

Inna : “bukan gw cuma tiba-tiba inget. Cewek berkerudung itu modelnya aneh-aneh ya. Ada orang kayak lo. Yang suka banget pamer kaki. Lebih selektif pilih sepatu daripada baju. Lemari khusus sepatu lo, lengkap banget, dari yang gak berhak, sampai yang haknya 12 cm, dari yang kulit ampe yang plastik, semua model ada yang penting kaki lo itu oke. Di sisi lain, ada lho cewek yang 180 derajat kebalikannya dari lo”

Dian : “Siapa Na?”

Vera : “Ooh. Gw tau. Cewek yang sekelas sama lo? Siapa namanya?? Farah?”

Inna : “Bukan. Fathia”

Raysa : “Oh. Si Fathia?”

Inna : “Iya. Lo harus tau ya Ray. Jangankan gelang kaki apalagi meni-pedi, bentuk kakinya kayak apa aja gw gak pernah liat. Padahal kita sekelas udah hampir setahun”

Raysa : “Kok bisa? Dia cacat?”

Inna : “Bukan, tapi itu karena dia selalu pake……KAOS KAKI. Dan believe it or not, gak pernah gw temui dia tanpa kaos kaki selama gw kenal dia. Bahkan ya, dulu pernah tuh, kita sekelas pergi ke tempat praktek. Trus ujan gede. Mau neduh di suatu tempat. Lepas sepatu kan ya….tapi dia sama sekali gak lepas kaos kakinya. Besoknya masuk angin tuh anak. Haha”

Raysa : “Oh, ada ya orang kayak gitu? Baru tau gw”

Vera : “model-model anak mesjid emang kayak gitu kali. Repot. Gua mah males repot-repot gitu”

Dian : “Heh…ngomongin anak mesjid kualat nanti lo”

(mereka tertawa bersama dan melanjutkan obrolan mereka hingga jam istirahat siang berakhir)

Scene 2 (durasi : 1 menit)

INT. Sekolah dan ruang kelas.

Terlihat dari kejauhan, Inna berlari tergesa-gesa menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Ketika ia sampai di depan kelas, didapati pelajaran Fisika telah dimulai dengan Pak Guru yang terkenal galak terhadap muridnya yang terlambat. Dengan penuh ketakutan yang dipaksakan berubah menjadi keberanian, Inna mengetuk pintu kelas dan membuat semua orang tersadar akan keberadaannya.

Inna : “Se…selamat pagi….pak”

Guru : (menatap tajam Inna dari balik kacamatanya)

Guru : (Melihat jamnya dan menggeleng) “Masuk”

Inna : (dengan sedikit takut) “tumben, biasanya gw disuruh langsung angkat kaki” (setengah bergumam pada dirinya sendiri dan berjalan dengan hati-hati)

Guru : “CEPAT!!” (meninggikan suara)

Inna : (terkejut dan tambah takut)

Inna : “sa..saya boleh duduk pak?”

Guru : “siapa yang bilang kamu ke sini untuk duduk. Dan sejak kapan saya mentolerasi mahasiswa yang terlambat lebih dari 15 menit. Kamu liat ini…” (menunjukkan setumpuk buku di atas meja)

Inna : “itu…kan…..”

Guru : “Betul sekali, kamu harus merekap semua laporan teman2 kamu dan saya tunggu besok. Bawa ini dan kamu bisa keluar”

Inna : “Tapi pak…”

Guru : “kalau kamu mengerti peraturan sekolah tentang kehadiran 100% dan tidak ada keterlambatan di atas 15 menit, maka kamu akan segera melangkahkan kaki keluar”

Inna : “hhh…baik pak. Permisi…”

sambil mengambil tumpukaan laporan di atas meja dan menuju luar kelas. Ia melangkah menuju perpustakaan dengan perasaan kesal karena telat bangun. Ia bergumam dalam kesalnya.

Inna : “sial banget gw hari ini. Anak-anak juga. Lagi gini aja, gak ada yang mau bantuin gw. Pengecut banget. Cuma keluar bentar doang bantuin gw, bawain nih setumpuk kan gak susah. BeTe…..”

Tiba-tiba seseorang bersuara lembut memanggil Inna dari belakang.

Fathia : “Inna butuh bantuan?”

Inna sangat terkejut karena orang itu adalah Fathia, gadis berjilbab lebar yang khas dengan senyumnya dan kesederhanaannya. Teman sekelas yang baru saja menjadi pembicaraan ia dan tiga kawannya kemarin.

Inna : “Eh…Fathia..Mm…”

Fathia : “Aku bantuin bawa ya. Kebetulan aku tadi ijin ke toilet. Sini aku bantuin bawa” (mengambil sebagian laporan di Inna)

Inna :“Ma..makasih ya”

Fathia : “Memang Inna kenapa? Gak biasanya terlambat”

Inna : “Ng…Cuma kesiangan aja”

Fathia : “Ooh. Tapi Alhamdulillah, untung kamu sempat dateng ya. Kirain tadi kamu gak masuk karena sakit. Nanti kalo kelas udah selesai, aku bantuin kamu nge rekap ini boleh ya?”

Inna : “Hah? Serius??”

Fathia : “Iya, gak apa kan? Nanti Inna tunggu di perpus aja”

Mereka pun berpisah. Inna ditinggal dalam keadaan bingung.


Scene 3 ( durasi : 4 menit )

INT. Di dalam perpustakaan. Suasana hening dan tenang sebagaimana perpustakaan pada umumnya. Dian datang mencari Inna dan menemukannya di salah satu meja di sana.

Dian : “Hai Na, ternyata lo di sini. Nonton yuk”

Dian cukup terkejut karena Inna semeja dengan seseorang yang tidak biasa

Inna : “Hai Di, kenalin. Ini Fathia. Fathia, ini Dian” kata Inna

Fathia : “Fathia….” (menjabat tangan Dian)

Dian : “Dian…”

Inna : “Gw gak bisa ke mana-mana sampe besok Di. Ada tugas dari pak guru. Banyak banget. Maaf ya”

Dian : “Yah…yaudah deh, gw pergi bareng Yoni aja. Yuuk daah” (langsung pergi)

Inna : “Fathia, boleh tanya gak?”

Fathia : “boleh”

Inna : “Kamu gak panas?”

Fathia : (bingung sejenak)

Inna : (menunjuk pakaian yang dikenakan)

Fathia : (tertawa) “haha….pertanyaan kamu lucu Inna”

Inna : “lucu darimana?”

Fathia : “Iya, bagaimana aku bisa merasa pake ini panas kalau ngebayangin neraka itu lebih panas. Menutup aurat itu kan wajib, sama wajibnya kayak sholat”

Inna : “emang iya?”

Fathia : “Lho. Kamu gak tau?”

Inna : (menggeleng)

Fathia : “Allah itu memerintahkan kita sebagai muslimah untuk menutup bagian tubuh kita di hadapan orang-orang yang bukan muhrim kita. Semuanya kecuali muka dan telapak tangan”

Inna : “Kecuali muka dan telapak tangan?”

Fathia : “Iya, kecuali itu”

Inna : “Berarti kaki juga termasuk?”

Fathia : “Iya donk”

Inna : “Ooooh” (memandang kaki Fathia yang terbalut rapi dengan kaos kaki yang sama dengan hari lalu)

Inna : “Berarti yang dinamakan berjilbab atau menutup aurat itu ya nutupin semuanya, termasuk kaki gitu?”

Fathia : “iya, kecuali muka dan telapak tangan”

Inna : “kalau cuma setengah-setengah gimana? Misalnya pake kerudung, tapi…ya, kayak tangannya gak semua ketutup atau gak make kaos kaki gitu”

Fathia : “Gak apa sih. Tapi harus mempersiapkan diri, karena bagian tubuh yang tidak tertutupi itu di akhirat nanti pasti akan disucikan, ya, dibakar dulu di neraka. Dan itu sakit banget. Percaya deh”

Inna : (merinding)

Scene 4 ( durasi : 2 menit )

EXT. Di sebuah jalan yang cukup sepi, sehabis magrib. Terlihat Dian yang mengenakan legging hitam dan tanktop yang ditutupi sweater berjalan sendirian dengan perasaan kesal.

Dian : “Sial si Yoni. Gara-gara motornya mogok gw harus balik ke sendirian…hh”

Tiba-tiba saja beberapa pria mendekati Dian.

Pria 1 : “Halo cantik…mau ke mana”

Dian : (berhenti dan terkejut)

Pria 2 : “Sendirian aja, kita temenin mau gak?”

Dian : “Nggak..sa..saya buru-buru. Misi…..” (berjalan menghindar tapi dihalangi para pria itu)

Pria 3 : “Ayolah, main bentaaaaar aja”

Dian : “Nggak mau…” (setengah menangis. Dengan raut wajah ketakutan)

Pria 1 : (semakin mendekat) “Yah, jangan nangis donk. Kita gak galak kok. Hehe

Dian : “Nggak..hiks…nggak mau” (memejamkan mata, terlalu takut untuk berteriak)

Tiba-tiba seseorang dating dari arah yang berlawanan. Orang itu adalah Fathia.

Fathia : “Assalamualaikum”

Para pria itu menoleh, Dian pun juga dan terkejut

Pria 1 : “Eh, dek Fathia. Baru mau pulang”

Fathia : “Iya, mas, kok ngegodain temen saya sih. Kasihan kan dia”

Pria 2 : “Oh, ini temennya Fathia. Maafin kita deh. Kan gak tau”

Dian : (langsung berlari ke arah Fathia)

Fathia : “Yaudah yuk Dian, kita balik ke asrama. Yaudah ya mas, kita pergi dulu. Assalamualaikum”

Pria1,2,3 : “kumsalam”

Fathia dan Dian pergi menjauh dari ketiga pria itu dengan Dian yang masih berpegang erat pada Fathia.

Setelah tiba di tempat yang cukup ramai, barulah Fathia bias berpisah dengan Dian.

Fathia : “Tenang aja, mereka cuma orang iseng kok. Cuma berani ngegodain tapi gak berani nyentuh. Gak bakalan lah mereka macem-macem, wong kita di lingkungan sekolah kan”

Dian : “Kok…kamu bisa kenal dan mereka gak kurang ajar sama kamu?”

Fathia : “Mmm…gak tau. Aku emang sering ketemu mereka. Kalau lewat sering aku sapa gitu. Pernah ngajak kenalan cuma aku tanggepin aja, mereka juga ngajak kenalannya gak ngegodain kok. Kayak sungkan gitu”

Dian : (berpikir dan melihat penampilan Fathia. Mungkin penampilannya yang membuat orang-orang itu segan)

Fathia : “Ya…emang sih, mereka hobi banget ngegodain cewek-cewek cantik dan penampilannya kayak kamu. Makanya kalau lain kali lewat di depan mereka, jangan terlalu nyentrik. Semakin nyentrik semakin sukalah mereka”

Dian : (terdiam karena merasa sangat salah) “Ka..kamu tadi emangnya darimana?”

Fathia : “Oh, ini. Beli kaos kaki”

Scene 5 (durasi : 5 menit )

OST Opening Intro KITA SELAMANYA-BONDAN FADE 2 BLACK

INT. Di sebuah salon, empat sekawan tengah menjalani rutinitas mingguan mereka di sana. Vera sedang sibuk dengan kegiatan blow rambutnya yang sebahu. Inna dan Dian sedang menikmati creambath rambut. Sementara Raysa, seperti biasa menikmati kegiatan meni pedinya di akhir minggu ini bersama ketiga kawannya. Perbincangan empat sekawan pun tidak pernah mereda dalam kondisi apa pun.

Raysa : “Eh, jadi pada mau daftar di Universitas mana?”

Vera : “Universitas ya? Waduh Ray, gw belum kepikiran tuh”

Dian : “Kalo gw sih, masih bingung. Antara mau ambil kedokteran atau Akuntansi”

Inna : “Jauh amat Di, pilihannya”

Dian : “hehe. Elo Ray? Jadi kuliah di Ausie?”

Raysa : “Pengennya sih. Lo gimana Ve, kita tuh udah hampir habis kelas tiganya. Masa belum juga mikirin masa depan?”

Vera : “Oh…kalo masa depan mah, gw simpel. Cari cowok kaya, nikah, jadi nyonya juragan dan hidup bahagia untuk selama-lamanya. Hohoho”

Raysa : “Ah…..elo, kita hidup di dunia nyata nih, bukan dunianya Cinderella”

Dian : “Iya…ya. Masa depan”

Raysa : “Wuih…. Nail art di kaki gw keren banget. Model baru nih. Asik asik. Bagus gak?”

Vera : “Iya….lucu. Selera lu tuh emang bagus banget deh”

Dian : “Emm…iya deh bagus”

Raysa : “Hehe. Menurut lo gimana Na….?”

Inna : (terdiam)

Raysa : “Na….?”

Inna menatap dalam kaki Raysa yang berkilauan. Dalam benaknya terbayang kaki Raysa yang begitu cantik dan indah, mengetuk2 pintu surga dan berjalan mondar-mandir di sana. Lalu tiba-tiba malaikat datang.

Malaikat : “Hei kaki. Kenapa kamu di sini?”

Sepasang kaki Raysa : “Saya kan mau masuk surga”

Malaikat : “Enak saja. Kamu tuh bukti dari kemungkaran yang telah dilakukan oleh jiwamu. Sana ke neraka”

Lalu sepasang kaki itu tersucikan di neraka bersama Raysa

Raysa : “INNA…!!” (suara Raysa menyadarkannya dari lamunan anehnya)

Inna : “Eh…i..iya..bagus….” (Ia mengalihkan matanya ke cermin di hadapannya)

Dian : “Ada yang lagi lo pikirin Na?”

Inna : “Gw….”

lagi-lagi Inna tertegun. Ia menatap wajah cantiknya di depan cermin. Rambut panjangnya yang kini tergulung jepit rambut, kulit lehernya yang putih, lengannya yang indah.

Kecuali muka dan telapak tangan.

Dan jika kedua kaki Raysa harus disucikan dahulu sebelu masuk surga. Bagaimana dengannya? Dengan rambut yang masih berkibar, tangan dan kaki yang melenggang tanpa rasa bersalah…?

Inna : “Gw kepikiran masa depan”

Vera : “Lo baru kepikiran?”

Inna : “Iya, gw kepikiran tentang masa depan akhirat gw…kita”

ketiga temannya saling berpandangan aneh

Raysa : “Lo…kesambet apa Na?”

Inna : “Gw seneng, punya temen berjilbab kayak lo Ray. Gw juga seneng punya temen baik kayak kalian”

Raysa : “Terus?”

Inna : “Tapi…gw baru sadar. Penampilan lo yang sekarang Ray, dan kebaikan lo semua, kayaknya gak cukup deh buat nyelametin masa depan akhirat kita”

Vera : “Maksud lo apa Na?”

Inna : “Gw juga baru sadar. Baik itu gak cukup buat masuk surga. Baik dan benar itu gak bisa dipisahkan, apalagi dicampur dengan yang jelek-jelek”

Raysa : “Terus maksud lo dengan penampilan gw apa?”

Inna : “Gw tahu Ray. lo merubah penampilan lo, cuma gara2 biar bisa deket sama Ardian, si ketua Rohis. Tapi, meskipun gitu lo masih mending lah, karena kesempatan lo untuk selamat masih lebih besar dibandingkan kita bertiga saat ini, kecuali…kedua kaki lo yang gak ditutupin kaos kaki”

Raysa : (merasa tersinggung) “BRAK…!!” (ia bangkit dari duduknya dengan tiba-tiba dan menjatuhkan beberapa barang secara tidak sengaja)

Raysa : “Gw udah bilang sama lo berkali-kali kan. Gw paling gak suka penampilan gw diprotes”

Inna : “Gw gak protes…gw cuma…..”

Raysa : “Udahlah. Semenjak lo kenal sama si putri kaos kaki itu, omongan lo makin ngaco. Gw pulang duluan!”

Dian : “Lho? Ray….lo kok jadi semarah itu”

Raysa pergi meninggalkan tiga temannya yang belum selesai mentreatment rambut mereka.

Inna : “Gw salah ya…?”

Vera : “Ck.. ah..gak tau deh” (ikut-ikutan kesal karena suasana akhir minggunya jadi rusak tiba-tiba)

Dian : “Lo gak salah kok Na. Pikiran kita hampir mirip”

Scene 6 ( durasi : 2 menit )

EXT. Jalan dari tempat salon menuju rumah Raysa.

Raysa pergi meninggalkan salon dan pergi menuju rumahnya. Ia menaiki mobil panther hitam dengan hati yang kacau. Sopir keluarganya sudah menunggu dan siap mengantarnya.

Supir : “Kita pulang neng? Temen-temen eneng gak ikutan?”

Raysa : “Gak. Kita duluan aja”

Mobil panther itu pun melaju. Di sepanjang perjalanan ia mengingat jelas kata-kata sahabatnya itu dan merasa tambah kesal. Tiba-tiba saja ia teringat Ardian. Inna benar, Ardian lah yang membuat seorang Raysa yang sangat fashionable dan sangat hairstylist berubah menjadi cewek berkerudung yang awalnya terkesan kampungan. Tapi ia tidak peduli karena ia tahu, jiwa fashionable nya tak akan hilang hanya karena kain yang menutupi rambutnya. Ia masih memiliki wajah yang indah dan kaki yang cantik. Hah…. Tidak ada satu pun yang ia pahami tentang alasan orang-orang mengenakan kain itu, kecuali hanya itulah satu-satunya cara untuk bisa dekat dengan cinta pertamanya yang baru bertemu lagi semenjak tiga tahun lamanya.

Mobil panther melewati sebuah pasar kaget. Sekilas, Raysa melihat seseorang yang ia kenal tengah berbelanja di situ.

Raysa : “Pak..berhenti sebentar”

Mobil pun berhenti dan Raysa turun menghampiri orang itu.

Raysa : “Heh…lo yang namanya Fathia kan?”

Fathia : “Iya, ada apa ya?”

Raysa : “Gw…..” (Raysa berprasangka dalam hati : lo tuh rese banget tau gak. Ngomong sama temen gw yang nggak-nggak sampe dia mengatakan hal yang paling gw gak suka)

Raysa : “Gak papa. Gak jadi” (Raysa pun kembali ke mobil tanpa mengatakan apa pun)

Sopir : “Kita berangkat lagi neng?”

Raysa : “Iya pak….jalan”

Raysa menghela napas singkat. Tidak ada yang bisa ia katakan saat itu. Dari balik kaca, ia menatap Fathia yang kebingungan, masih memegang bungkusan berisi barang yang dibelinya dari toko bertuliskan KAOS KAKI 10.000 3 PASANG.

Mobil yang dikendarai Raysa tiba-tiba mogok di tengah jalan.

Raysa : “Kenapa pak?”

Sopir : “Waduh, saya gak tau neng. Sebentar di cek dulu ya”

Sopir keluar dari mobil untuk membenarkan keadaan mobil itu. Sementara Raysa, semakin kesal. Ia pun membuka pintu mobil dan berniat menghirup udara segar sejenak, tetapi tiba-tiba…

BUK!!!!

Saat keluar dari mobil, tidak menyangka bahwa ia keluar dari sisi yang terdapat lubang di jalan sehingga Raysa terjatuh.

Raysa : “Aduuuuuuh……………..”

Supir : “Neng…neng gak apa?”

supir langsung membantu Raysa berdiri dan masuk kembali ke dalam mobil.

Raysa : “Sakit pak….”

Ia melihat ke arah kedua kakinya. Berdarah dan hak sepatunya lepas. Nail art-nya pun berantakan.

Raysa : “Lengkap sudah kesialan gw hari ini. AAaaaarghhhhhhh……”

Supir : “Udah nyala neng mobilnya. Hayuk kita langsung pulang biar bisa langsung diobati”

Mobi itu kembali melaju dengan Raysa yang mengutuk habis-habisan apa yang terjadi pada dirinya hari ini.

Scene 7 ( durasi: 4 menit )

INT. Rumah Raysa, rumah lantai dua yang besar dengan halaman yang luas. Tiba-tba saja terdapat dering telepon.

KRIIIIING…..bunyi telepon berdering

Raysa : “Halo…..”

Inna : “Halo, Ray, ini Inna. Lo gak papa? Katanya lo jatoh dari mobil?”

Raysa : (langsung menutup telpon dengan kesal)

KRIIIIIING

Dian : “Halo, Dian nih Ray…lo..”

Raysa : (menutup telpon lagi )

KRIIIIIING

Raysa : (mengangkat telpon kembali) “Vera…bilang sama yang lain, gw lagi gak mau ngomong sama mereka” (langsung menutup telepon)

Vera: (bingung dan menutup telponnya)

Raysa kembali berjalan gontai ke kamarnya. Ia meminta bibinya membawakan coklat panas untuknya. Meminum coklat panas di tengah kepenatan seperti ini memang sudah menjadi rutinitasnya. Namun tiba-tiba….

Bibi : “toktoktok (mengetuk pintu kamar Raysa) Ini Neng coklat panasnya…”

Raysa: “ya biii, bentar” (berjalan ke arah pintu dan hendak membukakan pintu)

Raysa: (membuka pintu ke arah dalam dengan kasar sehingga mengagetkan bibinya)

Praaaang!! (cangkir coklat panas pecah berkeping-keping)

Raysa: “Aaaaaaaww…”(kesakitan karena minuman coklat panas itu mengenai kakinya dan pecahannya menggores luka di telapak kakinya)

Bibi: “Eh, maaf, maaf Neng.. biar bibi yang bereskan.. kaki Neng nggak apa-apa?” (terlihat kebingungan dan merasa bersalah)

Raysa: “Ya ampun, bibi!! Nggak apa-apa gimana? Ini liat nih kaki Ray kesiram air panas, kena pecahannya pula.. duuuh, udah deh, bibi beresin aja tu. Nggak usah ngurusin saya!” (menutup pintu kamar dengan kesal dan berjalan menuju tempat tidurnya)

Bibi : “Iya Neng, maafin bibi ya Neng…” (dengan wajah memelas)

Raysa duduk di atas kasurnya sambil mengobati kakinya dan merenung.

Raysa: “Aw..sakit banget”

Ia lalu berbaring di atas kasurnya dan berusaha memejamkan mata. Ia pun bergumam sendiri dalam hati :

Gila, hari ni gw ketimpa musibah dua kali. Dua-duanya kena kaki gw lagi. Kaki yang bagus gini jadi jelek deh.. huff.. eh, tapi… jangan-jangan gw kurang sedekah kali ya? Nggak, nggak, nggak (menggeleng-geleng kepala).. seminggu sekali gw SELALU nyumbang ke panti asuhan kok.. hm.. Ya Tuhaaan.. kenapa ya? Apa salah dan Dosaku?

Dengan setengah hati, ia pun bangkit dari tempat tidurnya, melihat jam di dindingnya dan ternyata ia belum sholat Isya.

Raysa mengambil air wudhu dan sholat isya… (Song-Dalam mihrab cinta)

Raysa tiba-tiba melihat ke mushaf Al-Qur’an yang ada di atas meja belajarnya, ia berkata lagi dalam hati :

Eh, udah lama banget ya nggak baca Al-Qur’an.. terakhir itu… oh iya! Pas pesantren kilat ramadhan taun lalu.. hmm..

Ia segera berjalan mengambil Al-Qur’an tersebut, membuka secara acak dan membacanya

Raysa: “A’udzubillahiminassyaithoonirrojiim, bismillahirrohmanirrohiim” (Song-Dalam mihrab cinta)

Raysa: “Shodaqollaahul’adziim..” (lagu distop)

Ia membaca arti surat yang dibacanya dengan seksama.

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang beriman agar kamu beruntung…” (An-Nuur : 31)

Raysa pun melepas mukenanya, ia memandang cermin dan melihat dirinya di dalam kaca.

Raysa : “Hm.. aurat ya”

Ayat yang tadi dibacanya pun terngiang secara tiba-tiba di kepala

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya kerudung hingga dada

Ia memandangi foto dirinya di handphone, penampilan barunya di sekolah. Dengan kerudung modis yang selalu mencekik leher, kemeja panjang yang ketat, dan rok yang tanggung serta sepatu dengan hak yang tinggi dan gelang kaki yang cantik.

Raysa : “Apa selama ini aku salah ya?”

Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.

Ia memandang gelang kaki kesayangannya, yang masih terselamatkan dari dua insiden hari ini.

Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang beriman agar kamu beruntung..

Raysa memutuskan untuk tidur lebih awal dan melupakan kegalauannya hari ini.

Scene 8 ( durasi : 8 menit )

EXT. Di sekolah

Raysa dengan kedua kaki yang terbalut perban turun dari mobil, setengah jam lebih awal sebelum jam masuk sekolah. Tiga temannya langsung menghampiri.

Vera : “Ya ampun Ray, kenapa kaki lo…….”

Inna : “Iya, jadi ancur gitu. Kenapa juga lo gak ngijinin kita buat nengokin lo?”

Dian : “Sini sini, duduk. Mending lo cerita deh”

Mereka pun mencari tempat singgaj terdekat

Raysa : “Gw….. Gw pengen sendiri dulu”

Dian : “Tapi…..”

Raysa : “Please…..”

Ketiga kawannya pergi karena mengerti.

Raysa : (menghela napas). Song-Manusia-Vierra

Seseorang lewat di depannya dan menyapa. Orang itu adalah Ardian. Dia datang dan menyapa Raysa dari jarak yang cukup jauh, bukan jarak yang normal untuk seseorang berbincang-bincang.

Ardian : “Lo sakit Ray?”

Ardian menyapanya tetapi matanya tidak menatap ke arah Raysa.

Raysa cukup terkejut, tapi dia juga tidak aneh dengan sikapnya. Semenjak jadi anak Rohis, Ardian memang jarang sekali berinteraksi dengan orang sepertinya, kalau pun berinteraksi ya seperti itulah bentuknya, tanpa tatapan mata.

Raysa :“Eh, Ardian. Cuma kecelakaan kaki doang Ar”

Ardian : “O, gak butuh bantuan?”

Raysa : (menggeleng) lo gak mungkin juga gendong gw ke UKS

Ardian : “Oke. Gw duluan ya”

Raysa : “Ardi…..sebentar”

Ardian : “Ya?”

Raysa : “Gw mau tanya……menurut lo, gw yang sekarang dan gw lima tahun lalu, berubah gak?”

Ardian : “Weiks. Pertanyaan macam apa tuh?”

Raysa : “Please Ar. Untuk saat ini, itu pertanyaan penting buat gw”

Ardian : “Hmm. Let’s see. Kalau gw sih, secara fisik, gw gak melihat perbedaan yang signifikan antara elo dengan teman sekelas gw lima tahun lalu. Tapi……”

Raysa : “Tapi…..?”

Ardian : “Teman gw yang dulu itu, rasanya lebih penuh dengan impian dibandingkan cewek di hadapan gw sekarang”

Raysa : “Maksud lo apa Ar? Gw yang sekarang gak kayak punya cita-cita gitu?”

Ardian : “Mimpi itu bukan melulu tentang cita-cita Ray. Mimpi itu adalah mengenai bagaimana perjalanan menuju tujuan hidup lo sebenarnya”

Raysa : “Tujuan hidup gw?”

Ardian : “Gw masih inget, lo dulu pernah bilang di depan kelas kalo lo benar-benar ingin menjadi Hellen Kellernya Indonesia, memiliki mata hati yang lebih peka dari mata hati siapa pun dan dapat menyumbangkan apa yang lo punya kepada dunia. Tapi nampaknya, lo sendiri pun gak inget”

Raysa : (terkejut dan mem-flash back kembali ingatannya tentang peristiwa itu)

Ardian : “Gw duluan deh. Assalamualaikum”

Raysa : “Waalaikumsalam”

Raysa : (Menghela napas singkat, menatap kepergian Ardian dengan tatapan penuh arti)

Raysa pun bangkit dan berjalan dan tiba-tiba saja ber pas-pasan dengan Fathia.

Fathia : “Assalamualaikum”

Raysa : “Walaikumsalam”

Fathia pun hanya menyapa dan segera menjauh.

Raysa : “Fathia..tunggu deh. Ada yang mau gw tanyain”

Fathia dan Raysa pun tengah berbincang di tempat yang tadi.

Raysa : “Lo, lo manusia yang sempurna bukan?”

Fathia : “Ya nggak lah, kesempurnaan itu cuma milik Allah”

Raysa : “Begitu pun gw. Orang-orang heran, kenapa orang kayak gw, yang suka banget dunia fashion, bolak-balik ke salon, hobi hang-out, pintar, memiliki kelebihan harta, dan banyak yang bilang cantik, tapi belum juga punya pacar”

Fathia : (mendengarkan dengan seksama)

Raysa : “Gw jatuh cinta. Pada seseorang yang pernah menolong gw waktu gw jatuh dari motor saat gw kelas enam SD. Tapi, gw yang dulu masih terlalu polos untuk mengerti hal-hal terkait cinta. Lalu, memasuki dunia SMA, gw jatuh cinta pada dunia Fashion. Bertemu dengan Vera, Dian, dan Inna memperparah kecintaan gw pada dunia model. Tapi, gw semakin jauh dengan cowok itu, pria yang gw tahu, menemukan cintanya tersendiri, pada dunia yang sama sekali gak gw ngerti”

Raysa bergumam dalam hati : kecintaan pada Mesjid.

Fathia : (masih mencerna secara perlahan)

Raysa : “Sampai akhirnya, gw sadar bahwa gw gak bisa jauh dari cowok itu. Gw pengen kayak dulu lagi, main bareng, ngobrol bareng. Sampai akhirnya gw memutuskan untuk merubah penampilan gw… penampilan yang jelas-jelas gw hindari. Gw pake kerudung, demi dia…”

Raysa : (Memandang langit dengan tatapan penuh arti) “Tapi ternyata bukan penampilan yang membuat gw berubah. Di saat orang-orang tumbuh dewasa, menemukan tujuan hidupnya, gw malah diam saja dan pasrah pada keadaan. Menurut lo, apa yang salah?”

Fathia : (Tiba-tiba menangis)

Raysa : “Lho, kok….jadi lo yang nangis sih? Yang lagi cerita kan gw?????”

Fathia : “Hiks…. Fathia cuma terharu..hiks… Raysa, padahal belum pernah kenalan sama Fathia, tapi bisa cerita tentang masalah hati Raysa semudah itu. Raysa, benar-benar baik ya?”

Raysa : (Terdiam sejenak) “Tapi, salah seorang sahabat gw pernah bilang, kalau baik itu gak cukup buat masuk surga”

Fathia : “Iya sih…”

Raysa : “Hidup itu rumit ya….”

Fathia : “Hmm…. banyak orang yang ingin hidup, bukan karena hidup itu menyenangkan…tapi karena mati itu banyak persiapannya..dan persiapannya itu hanya ada dalam kehidupan dunia, dan percaya deh…untuk sebuah syurga Allah, kehampaan dunia, kelelahan, kepenatan, penderitaan, gak ada artinya”

Raysa : (tersenyum) “Wise banget lo.. belajar di mana?”

Fathia : “Cowok yang Raysa suka itu, mungkin adalah salah satu cara ALLAH menjaga hati Raysa, biar gak kena sama tipu daya cowok-cowok yang gak bener. Tapi, Fathia sih akan sangat senang, kalo Raysa bisa mencintai ALLAH lebih dari kecintaan Raysa pada cowok itu”

Raysa : “Ha?”

Fathia : “Allah, menyuruh hamba-Nya yang wanita untuk menutup auratnya, itu karena Dia begitu mencintai kita. Allah, juga melarang hamba-Nya melakukan hal-hal yang mendekati zina kayak pacaran, itu juga karena Dia begitu menyayangi kita. Orang-orang seperti Raysa, jelas banget, bukti kasih sayang Allah. Jadi, semangatlah”

Raysa : “Menutup aurat ya? Hmm” (dia memandang kedua kakinya yang terbalut perban, dan kaki Fathia yang tetutupi oleh kaos kaki berwarna putih)

KRIIIIIIIIIING….. (suara bel tanda masuk kelas)

Fathia : “Wah, sudah masuk aja. Gak kerasa”

Raysa : “Eh, Fathia, nanti boleh minta tolong temenin gw gak?”

Fathia : “Boleh, ke mana?”

Raysa : “Toko Kaos Kaki, sepuluh ribu, tiga pasang”

Fathia : (Tersenyum senang) “OKE”

Last Scene ( 3 menit )

INT. rumah Ina, rumah dian

EXT. sekolah

Di Kamar Inna..

Inna memandang cermin di hadapannya…sebuah kata-kata memenuhi kepalanya kini.

Kecuali Mata dan Telapak Tangan

Sementara itu di tempat yang berbeda, yaitu rumah Dian.

Tok tok tok

Ibu : “Dian, hayuk berangkat nak. Udah jam segini”

Cekrek…. Pintu terbuka

Ibu : “a…a…Dian….kamu?”

Beberapa menit kemudian di sekolah. Vera dan teman-teman kels tiga lain kumpul di depan Aula karena ada agenda besar yang harus mereka diskusikan yaitu tentang Farewell Party. Kebanyakan dari mereka yang berkumpul adalah anak-anak klub olahraga, anak OSIS, dan yang hobi nongkrong bareng.

Vera : “Denger ya guys, pokoknya pesta Prom sekolah kita nanti pasti bakal heboh deh. Bakalan ada pemilihan Ratu dan Raja, bakalan ngundang SM*SH”

Dian : “Gw menolak” (tiba-tiba datang dan berbicara dari belakang Vera)

Vera : “Dian, maksud lo ap…” (Terdiam karena terkejut melihat penampilan Dian)

Semua terkejut oleh kedatangan Dian, dengan rok putih abu-abu panjang, kemeja putih panjang dan kain yang menutupi kepalanya.

Vera : “Di….lo???”

Inna : “Hai semua……”

Sekali lagi semua orang dikejutkan oleh kedatangan Inna, dengan rok putih abu-abu panjang, kemeja putih panjang, dan kain yang menjulur dari kepala hingga dadanya.

Vera : “I…ini…a..apa maksudnya??”

Dian dan Inna saling berpandangan tersenyum. Begitu Lega.

Tetapi kejutan belum berakhir karena Raysa datang melengkapi hari itu…

Raysa : “Udah. Lo gak usah kaget gitu kali Ve. Halo semua, gw udah punya konsep tentang farewell party yang gak Cuma keren, tapi juga bermanfaat. Mau dengerin?”

Seluruh teman-teman yang sedang berkumpul juga terkejut melihat penampilan baru Raysa. Tanpa make up, kainnya tidak lagi mencekik leher melainkan terjulur lebar hingga pinggang namun tetap anggun, gelang-gelang yang biasanya tersangkut di kedua tangannya tertutup oleh kain bernama manset, dan yang paling mencolok, gelang kaki yang biasanya berkilauan kini berubah menjadi sepasang kaos kaki belang-belang dengan corak kupu-kupu.

Di sudut yang lain, seseorang menatap fenomena itu dari kejauhan. Ia tersenyum senang, begitu bangga.

Fathia : “Hayooo, mana boleh ngeliatin lama-lama kayak gitu. Istighfar”

Ardian : “Eh, Thia. Siapa juga yang ngeliatin”

Fathia : “Eeeee. Ciee, yang lagi seneng karena Hellen Keler kecilnya udah kembali”

Ardian : “Heh. Kamu…. Gak sopan. Gini-gini kan aku kakakmu”

Fathia : “Iya deh, abang yang Cuma beda sepuluh bulan lahirnya. Fathia tahu loh, siapa yang disukain dia….”

Ardian : “Heh….kamu tuuh ya”

Fathia : “Hehehe. Raysa!!!!” (pergi meninggalkan Ardian dan menghampiri Raysa)

Raysa : “Hei….” (End Song- MERAIH MIMPI-J-Rock)

***

1 komentar: