Minggu, 29 Agustus 2010

Edit

Meninjau Kebijakan Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng 2011



Artikel ini dapat juga dibaca di Majalah EMULSI (majalah pangan dan gizi IPB) edisi XIII/2010


Vitamin A berguna untuk pertumbuhan, penglihatan, reproduksi dan pemeliharaan sel epitel. Saat ini, masih ada 0,8 milyar orang di dunia defisiensi vitamin A. 4000 balita di dunia meninggal karena kekurangan vitamin A. Di Indonesia, 1 dari 2 anak balita kemungkinan besar mengalami Kurang Vitamin A (KVA). Lebih dari 100 juta orang Indonesia mengalami defisiensi zat gizi dan 10 juta balita mengalami KVA. KVA adalah ancaman daya saing bangsa (Martianto, 2010). Selain itu, berdasarkan data organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 25 – 30 % kematian bayi dan balita disebabkan kekurangan vitamin A. Sedangkan di Indonesia sekitar 14,6% anak di atas usia 1 tahun mengalami kekurangan vitamin A dan berdampak pada penglihatan.

Belum lama ini, Pemerintah akan mewajibkan produsen minyak goreng kelapa sawit untuk menambahkan vitamin A ke dalam produknya yang diedarkan di Indonesia mulai Januari 2011. Kebijakan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke dalam pangan untuk mengatasi defisiensi zat gizi mikro, salah satunya vitamin A. Proses fortifikasi secara konvensional dapat dilakukan dengan menambahkan zat gizi mikro ke dalam formulasi makanan. Kebijakan ini diasumsikan akan mengatasi masalah KVA karena 70% masyarakat Indonesia mengonsumsi minyak goreng.

Fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng merupakan salah satu cara untuk menyediakan vitamin A bagi anak-anak dan balita, termasuk masyarakat karena dinilai tidak berbahaya, tidak akan menyebabkan keracunan, tidak akan mengganggu pola makan masyarakat serta tidak akan banyak memengaruhi harga. Namun, alangkah baiknya apabila kita tinjau kembali kebijakan ini. Apakah cara ini benar-benar efektif dalam mengatasi masalah KVA di Indonesia?

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), kebutuhan vitamin A (µg Retinol) anak/hari 375-500 µg, untuk orang dewasa membutuhkan 600 µg, sedangkan ibu hamil dan menyusui 300-350 µg. Bahan baku minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit merah. Jumlah beta karoten (pro-vitamin A) di CPO mencapai 500-1000 ppm karotenoid atau 1 ml CPO mengandung karotenoid vitamin A sebesar 600 µg retinol. Ini artinya 1 ml CPO dapat memenuhi kebutuhan vitamin A satu orang dewasa selama satu hari. Bayangkan jika 1 L CPO yang sama dengan 1000 ml artinya dapat memenuhi kebutuhan vitamin A 1000 orang per hari. Namun pada kenyataannya beta karoten dalam 1 L CPO dihilangkan ketika proses pemurnian (purifying), pemucatan (bleaching), dan penghilangan dari busukan (deodorizing). Warnanya kuning keemasan seperti yang kita kenal selama ini sehingga hampir semua karotenoidnya hilang.

Dengan adanya kebijakan fortifikasi vitamin A, produsen harus menambahkan vitamin A sintetik ke dalam minyak goreng setelah penghilangan provitamin A dalam dalam CPO. Bukankah hal ini justru termasuk dalam pemborosan? Kebijakan ini juga sangat disayangkan oleh Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria Rungkat, MS., staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang peduli terhadap masalah kekurangan vitamin A masyarakat Indonesia.

Lalu, berapa produksi CPO yang dihasilkan Indonesia? Sungguh luar biasa, Indonesia merupakan produsen terbesar penyumbang CPO dunia, yaitu diprediksi mencapai 47,2 persen atau 22,2 juta ton per tahun (TempoInteraktif.com). Namun sangat disayangkan sekitar 60% dari produk CPO Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri minyak goreng merupakan penyerap CPO dominan, mencapai 29,6% dari total produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh industri oleokimia, sabun dan margarine atau shortening.


Pertanyaannya, benarkah kebijakan ini merupakan langkah yang tepat?Jika ditinjau dari harga dasarnya, minyak sawit produk lokal alami dengan kandungan 550 mg/L memiliki harga dasar Rp 7,-/anak atau Rp7,-/anak kurang gizi/hari sedangkan minyak goreng fortifikasi vitamin A sintetik impor seharga Rp 25-Rp 50/kg atau Rp 100/kg (Menko). Minyak sawit yang kaya beta karoten dapat dikonsumsi dalam bentuk kapsul, minyak tumis/tetes, minyak salad ataupun emulsi (Zakaria, 2010). Hal ini jelas berbeda dengan minyak goreng yang terkesan ‘memaksa’ konsumen memakan gorengan yang tentunya akan berdampak buruk pada tubuh jika dimakan berlebihan. Selain itu, masyarakat miskin tentu tidak semua mampu membeli minyak goreng, bukan?

Dengan ini, jelas sekali kebijakan pemerintah ini akan sangat tidak tepat. Seperti yang dilansir oleh SinarHarapan.com (16 Juli 2010), mandatori yang akan direalisa¬sikan pada 1 Januari 2011 tersebut juga dapat menyebabkan pemborosan biaya produksi sebuah pabrik minyak goreng hingga mencapai Rp 200 miliar per hari. Sungguh sangat miris. Ditengah bencana yang sedang melanda negeri ini, kita (pemerintah Indonesia –red) justru akan melakukan banyak sekali pemborosan. Menurut Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS, Ke¬tua Umum Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia, juga masih dalam harian Sinar harapan, di dunia ini produsen vitamin A telah dikuasai atau dimonopoli oleh dua perusahaan asing besar asal Jerman yaitu BASF dan Roche.

Monopoli vitamin adalah induk dari seluruh bentuk monopoli di dunia. Ini adalah hal paling rumit, panjang dan paling berbahaya dari seluruh bentuk monopoli gabungan yang ditemukan oleh U.S. Department of Justice (DOJ) pada tahun 1990-an. Hoffmann-La Roche dengan cepat menjadi produsen dominan vitamin sintetik pada tahun 1930-an. Selain Roche ada juga BASF yang juga mendominasi pasar vitamin dunia. Untuk vitamin A, Roche mendominasi pasar global sebesar 48% dan BASF sebesar 30% pada awal tahun 1990-an (Connor, 2006). Adakah hubungan antara kebijakan ini dengan politik pasar vitamin dunia? Hanya pemerintah yang tahu jawabannya. (stq)

3 komentar:

  1. Kenapa harus minyak goreng? apa balita dan ibu hamil yg perlu vitamin hrs makan makanan gorengan dulu? vitamin A saja tdk bisa mengatasi kalo masih kurang protein dan energi

    BalasHapus
  2. Vitamin A sintetis pada minyak goreng memiliki aroma seperti plastik yang menetap sampai ke keringat, urin & tinja. Aroma plastik juga merubah aroma asli masakan yang menggunakan minyak fortifikasi Vit A sehingga menurunkan kelas/tingkat keaslian masakan. Bila seorang chef ingin memasak tanpa ada efek aroma plastik, dia harus menggunakan 'cooking oil' yang diimpor dari luar negri seperti grape seed oil, olive oil, sesame oil dsb. Ada juga minyak lokal yg tanpa fortifikasi Vit A yaitu Virgin Coconut Oil, tapi tentu saja harganya akan berlipat kali.

    BalasHapus