Sabtu, 25 Mei 2013.
Perjalananku kali ini benar-benar perjalanan luar biasa. Banyak pelajaran yang bisa kupetik dari perjalanan ini. Seperti sudah kutuliskan pada tulisanku sebelumnya, aku dan beberapa sahabat mengunjungi Jogjakarta, sebagai agenda escaping dari rutinitas sehari-hari. Tak ada niatan lain selain have fun bersama teman-teman. Aku pun awalnya tak tau menau tentang acara pelepasan lampion di Perayaan Waisak di Borobudur, niatanku hanya yah kalaupun mengunjungi Borobudur dan kebetulan ada bisa melihat 1000 lampion yang kabarnya indah tersebut. Sama sekali tak ada niatanku untuk menghadiri perayaan umat lain, apalagi mengganggunya.
Sabtu pagi kami isi dengan sarapan pagi nasi gudeg di
Malioboro. Daniel mengisi sarapan dengan bercerita kembali pengalamannya di Rio
de Janeiro, Brazil. *OOT* Just FYI, ternyata presiden Brazil concern banget
terhadap masalah kelaparan yang melanda negeri. Pemerintah Brazil punya program
“Zero Hunger” dan ini efektif banget. Saat ini hanya tinggal sedikit rakyat
Brazil yang masih dilanda kelaparan. Kata Daniel, kalo kamu tinggal di rumah
Brazil, kamu akan disuguhi berbagai macam makanan mulai dari biji-bijian,
sayur, roti, daging, dll yang sangat melimpah ruah sehingga kamu nggak akan
kelaparan. Katanya juga, kalo berjalan di jalanan di Rio, kamu akan melihat
pemandangan indah wkwkwk (maksudnya ceweknya cantik2 kayak J.Lo n cowoknya
ganteng2 kayak Ricky Martin semua wkwkk)
Singkat cerita, ada satu orang teman juga yang join bareng
di Trip ini. Jreng2 datanglah Prima, alumni IAAS juga yang ternyata juga berada
di Jogjakarta. Finally, mulailah perjalanan kami siang itu ke Magelang.
Sudah sejak siang hari Borobudur sangat padat dikunjungi
berbagai turis lokal dan mancanegara. Aku pun menemui beberapa wajah yang
dikenal namun malas menyapa hehehe, ternyata memang banyak sekali pengunjung
Borobudur hari itu. Masih di siang hari sekitar pukul 14.30, rombongan para
biksu, biksuni dan biksu muda datang setelah prosesi dari candi mendut.
Seketika, awak media dan pengunjung mengabadikan momen tersebut. Para biksu pun
memasuki altar utama, memasang “Api suci” dan mulai berdoa pada sang Buddha.
Media massa berebut berkerumun mendekati altar. Aku yang polos dan juga
kepanasan tidak begitu berminat dan ingin tau apa yang terjadi. Karena sesungguhnya
di depan altar utama, telah terbentang luas karpet Kuning bagi para Buddhist
untuk sembahyang. Melihat mereka sembahyang sementara didepan mereka wara wiri
orang-orang lalu lalang (wartawan, rombongan anak muda dll), aku jadi
membayangkan: seandainya saja ini ibadah muslim, misalnya saja Sholat Id di
Istiqlal, pantaskah ada orang-orang yang lalu lalang didepan mereka kala mereka
berdoa khusyuk kepada Tuhannya? Mungkin ini seharusnya evaluasi bagi panitia
agar membatasi dengan jelas area mana yang seharusnya hanya privasi kaum
Buddhist.
Banyak Turis dan wartawan asing yang meliput acara ini. Yap,
this is because Borobudur is the biggest Buddhist temple in the world! Ada
beberapa pria asing yang membincangkan tentang ritual ini dan juga
membincangkan posisi “Pangeran Sidharta Gautama” bagi penganut Buddha, posisi
“Jesus” bagi kaum Kristiani dan Posisi “Muhammad” bagi Muslim. Hmm… pembicaraan
yang menarik. Namun aku hanya menguping sedikit saja hehehe..
Cuaca mendung-mendung terik sejak siang hari dan ternyata
berdampak dalam pada malam harinya. Acara utama waisak rencananya akan dihadiri
oleh Menteri Agama dan Gubernur Jawa Tengah, seharusnya dimulai pukul 7 malam
dan ditutup dengan pelepasan 1000 buah lampion yang “kabarnya” ditunggu-tunggu
oleh kaum non-buddhis yang hadir di area tsb. Banyak rombongan kaum muda yang
“sok kece” dengan kamera SLR-mereka, pasangan kaum muda mudi pula yang banyak
canda tawa, anak-anak remaja dan segenap non-buddhis lain tumpah ruah memenuhi
areal Candi Borobudur. Borobudur terlihat indah, gemerlap cahaya dan bulan
purnama menambah indah keeksotisan candi tersebut.
Kedatangan Menteri Agama yang telat, ditambah dengan hujan
yang sangat deras, menambah daftar kekecewaan pengunjung yang hadir. Mereka
berteriak “Huuu” dan menyoraki Menteri Agama saat beliau hendak berpidato.
Well, ada beberapa kritikan untuk bapak Menteri terkait kondisi ini:
1. Sebaiknya bapak meminta maaf sebelum memulai pidato
2. Sebaiknya bapak menteri berinisiatif dengan memendekkan
isi pidatonya karena cuaca dan keadaan sekitar sudah tidak mendukung
Bagi kaum muda, plis.. apapun yg terjadi keep positive
thinking dan hormatilah pemimpin kamu. Because we actually didn’t know what
happened before.. Kalau mau kritik seorang pemimpin jangan dihadapan khalayak
umum.
Sambutan menteri agama dilanjutkan dengan sambutan Gubernur
Jawa Tengah saat itu, Bibit Waluyo. Miris, sambutan ini benar-benar tidak ada
hubungannya dengan perayaan waisak. Bapak Gubernur justru terkesan “sibuk
berkampanye” karena keesokan harinya aka nada pilgub Jateng. Dear Sir, it wasn’t
proper time to do campaign. You’ve been watched by ppl of the world while
delivering speech there…
Perayaan waisak pun dilanjutkan dengan ritual-ritual kamu
Buddha, sayangnya agenda ini rusak akibat ulah-ulah “kaum non buddhis” yang
norak dan ingin berfot-foto ria, mungkin ingin aplat aplot foto di social media
mereka. Suasana riweuh dan ricuh. Para biksu menaggapinya masih dengan hati
yang hangat. Mereka memang tidak marah, hanya saja ulah “kaum non buddhis” tsb
merusak ketentraman dan keleluasaan ibadah umat Buddha. Aku hanya menatap dari
balik hujan. Ditengah-tengah hujan dan kerumunan tersebut, ada beberapa umat
Buddha yang khusyuk berdoa. Akhirnya aku dan teman-teman sepakat menyudahi
melihat acara ini. Well, sebenarnya aku merasa bersalah juga, karena kupikir
aku hanyalah akan “by accidence” melihat peristiwa itu dan bukan terlihat
sebagai hadirin yang menghadiri perayaan waisak. Hmmh.. Smoga Tuhan mengampuni
dosaku..
Umat Buddha masih melakukan ritual mengelilingi Borobudur 3
kali dan setelahnya aku tau bahwa Tidak ada Lampion yang dilepaskan karena
hujan. Aku bahkan juga tak sempat bertemu dengan temanku yang mungkin sedang
beribadah. Hanya saja aku mengambil beberapa pelajaran dari kejadian ini:
1. Umat Buddha, sebagai kaum minoritas di Indonesia, apakah
pantas ritual ibadah mereka dipertontonkan dan terkesan seperti Pertunjukkan?
Aku rasa mereka juga berhak mendapat privasi terhadap ibadah mereka.
2. Evaluasi untuk Pemerintah: sebaiknya dikaji apakah
perayaan umat beragama boleh dibuka untuk umum? Taj mahal dan Angkor wat saja
ditutup saat ada ibadah di tempat tersebut
3. Menurutku, Eksotisme sebuah kaum minoritas bukanlah objek
daya tarik dalam kepariwisataan. Apakah berfoto bersama dengan biksu merupakan
sebuah daya tarik? Bahkan di China saja, Biksu sudah tereksploitasi dan
dikenakan bayaran jika ingin berfoto bersama. IMO, pandangan seperti ini hanya
akan menodai dan melukai umat agam tersebut. Entah agama apapun
Sekian untuk
evaluasinya
Salam damai dari
seorang Muslim..
BalasHapusviagra
viagra asli
jual viagra
toko viagra
viagra usa
viagra original
obat viagra
viagra pfizer
obat kuat viagra
obat kuat viagra asli
obat viagra asli
agen viagra
agen viagra asli
apotik viagra
apotik viagra asli
toko viagra asli
jual viagra asli
jual pil biru
toko pil biru
jual obat kuat
toko obat kuat
viagra asli pfizer
viagra asli usa
viagra asli original
viagra jakarta
viagra di jakarta
viagra asli jakarta
viagra asli di jakarta
obat kuat jakarta
obat kuat di jakarta
obat kuat asli jakarta
jual viagra jakarta
jual viagra di jakarta
toko viagra jakarta
agen viagra jakarta
apotik viagra jakarta
toko obat kuat jakarta
toko obat kuat di jakarta
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
titan gel asli
titan gel
jual titan gel
toko titan gel
obat cialis
obat kuat cialis
jual cialis
toko cialis
cialis asli
cialis jakarta
cialis asli jakarta