Setiap manusia harus memiliki tujuan hidup yang jelas agar kehidupan yang dijalankannya di dunia tidak menjadi sia-sia belaka. Setiap manusia diciptakan Tuhan untuk bermanfaat di bumi ini karena manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dengan mengenal Tuhan, manusia akan menjadi semakin yakin bagaimana pengelolaan dirinya untuk bermanfaat di bumi ini. Kecenderungan manusia dalam mencari Tuhan mulai hadir ketika manusia menyadari eksistensi diri dan lingkungannya. Berbagai pertanyaan muncul dalam diri, siapa penguasa seluruh jagad raya beserta isinya, bagaimana asal mula terbentuknya, pergantian siang dan malam, gugusan bintang yang teratur di langit, hewan dan tumbuhan yang bermacam-macam, serta keajaiban-keajaiban lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Manusia mempunyai peran ideal yang harus dijalankan, yakni memakmurkan bumi, mendiami, dan memelihara serta mengembangkannya demi kemaslahatan hidup mereka sendiri, bukan mengadakan pengrusakan di dalamnya. Kedudukan yang dipegang dan peranan yang dimainkan manusia dalam panggung kehidupannya di dunia pasti berakhir dengan kematian. Sesudah itu, dia akan dibangkitkan atau dihidupkan kembali di alam akhirat. Di alam akhirat ini, segala peranan yang dilaksanakan manusia selama hidup di dunia, sekecil apapun peranan itu, akan dipertanggungjawabkan, lalu dinilai dan diperhitungkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Setiap peranan akan mendapatkan balasan. Peranan yang baik akan mendapatkan balasan yang baik, sementara peranan buruk akan mendapatkan balasan buruk pula, dan manusia yang memperoleh balasan yang baik akan merasakan kebahagiaan yang abadi. (Iberani dan Hidayat, 2003)
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak manusia dididik dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga dalam resolusi majelis umum PBB adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 2007). Keluarga yang baik tentu akan menghasilkan individu yang baik. Keberhasilan pembentukan karakter individu sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Menurut John Stuart Mill, “The worth of a state, in the long run is the worth of individuals composing it” yang artinya “Nilai suatu negara, dalam jangka panjang adalah kumpulan nilai-nilai individu yang terhimpun di dalamnya”.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. (Al-Hasan, 2009).
Menurut Agus Sujanto, Halem Lubis dan Taufik Hadi dalam buku “Psikologi Kepribadian”, pendidikan keluarga sangat berperan sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. Tentu, hal ini juga tak lepas dari peranan ayah dan ibu saat membesarkan anaknya. Salah satu pilar karakter yang perlu ditanamkan pada anak sejak dini adalah cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya. Kenapa pilar karakter tersebut amat penting bagi kehidupan anak selanjutnya? Karena hal tersebut merupakan hal yang paling mendasar bagi manusia dalam menentukan tujuan dalam hidupnya. Dalam Al-Qur’an, Allah mengatakan, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Q.S. Adz-Dzariyat : 56). Dengan memiliki tujuan hidup selalu beribadah kepada Allah, Tuhan Semesta Alam, maka anak akan dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatannya karena ia yakin akan mendapatkan balasan yang sesuai kelak. Ibadah yang dilakukan tidak hanya sholat, puasa, dan sebagainya melainkan juga bagaimana berinteraksi yang baik dengan sesama manusia, menjalankan hak dan kewajiban dengan baik, menuntut ilmu, menebar kebajikan, menjaga kebersihan, dan lain-lain.
Pendidikan anak dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan ibu. Sang ibu hendaklah berdo'a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan orang lain karena termasuk do'a yang dikabulkan adalah do'a orangtua untuk anaknya. Selanjutnya setelah kelahiran sang anak. Orangtua sebaiknya memberikan nama yang baik kepada anaknya dan senantiasa memberikan kasih sayang kepada anaknya. Pola asuh orangtua, terutama ibu, sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak kelak.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 50% kemampuan belajar sesorang adalah pada saat berusia 1 sampai 4 tahun (Yusuf, Burhanudin, dan Agoestyowati, 2004). Rentang usia ini merupakan saat yang tepat dalam mengenalkan Tuhan pada anak. Beberapa studi tentang rahasia sukses dan keberhasilan antara lain : IQ (Intelligency Qoutient : kecerdasan, nalar, logika, daya ingat, hitungan, analisa), EQ (Emotional Qoutient : motivasi berprestasi, penempatan diri, empati, kontrol emosi), SQ (Spritual Quotient : keseimbangan hidup, karakter diri, dunia-akhirat, jasmani-rohani, rasionalitas-spiritualitas, kejujuran, murah hati, penyayang) dan AQ (Advertsity Qoutient : kegigihan, semangat tinggi, endurance, pantang menyerah, quitters-campers-climbers) (Ibrahim, 2003).
Dalam kecerdasan intelektual, anak memiliki delapan jenis kecerdasan yakni kecerdasan linguistik, kecerdasan Logis-Matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan antarpribadi, kecerdasan intrapribadi dan kecerdasan naturalis (Armstrong, 2005). Orangtua dapat memanfaatkan kecerdasan anak tersebut dalam penanaman nilai cinta Tuhan dan ciptaan-Nya. Sebaiknya orangtua memulai dari hal-hal yang kecil dan mudah dipahami secara sederhana terlebih dahulu, misalnya dengan menceritakan hewan-hewan dan tumbuhan yang unik agar ia tertarik lalu ceritakan dan buat permainan yang menarik agar anak menyadari bahwa segala sesuatu pasti ada awal dan akan ada akhir. Dan segala jenis perbuatan di dunia akan ada balasannya. Di saat ia menyadari akan hal itu, orangtua dapat mengenalkan adanya Tuhan, yakni Dzat yang mengawali dan akan mengakhiri segala kehidupan di dunia ini serta akan membalas segala perbuatan manusia.
Lantas, bagaimana menanamkan rasa kecintaan terhadap Tuhan? Orangtua merupakan role model sang anak, anak senantiasa meniru tingkah laku orangtua. Orangtua dapat memberikan pelajaran tentang kasih sayang, rasa cinta dan pentingya membalas rasa cinta tersebut. Rasa cinta tidak hanya untuk ayah dan ibu saja, melainkan juga kepada Tuhan karena Tuhan lah yang menciptakan sang anak. Anak dapat bertemu dan hidup bersama kedua orangtuanya karena Kuasa Tuhan dan anak harus membalas cinta yang telah diberikan oleh Tuhan.
Dengan demikian, anak akan semakin mengerti tentang arti cinta kepada Tuhan. Cinta kepada Tuhan memiliki arti yang sangat luas, yakni anak juga harus mencintai seluruh ciptaan Tuhan, mulai dari orangtuanya sendiri, lingkungannya, makhluk hidup di bumi, serta ajaran dari Tuhan yang disampaikan oleh utusan-Nya. Selanjutnya, orangtua dapat mengajarkan anak hal-hal sederhana tentang ajaran Tuhan, yakni ajaran agama, yang akan menjadi pedoman hidupnya selama ia hidup di dunia. Internalisasi cinta Tuhan beserta segenap ciptaan-Nya pada anak yang ditanamkan sejak dini akan mudah menjadi karakter baik yang dapat membuat anak memiliki jiwa tanggung jawab dalam hidupnya dan akan membuat anak sadar tujuan hidupnya di dunia ini. Jika ia sadar tentang tujuan hidupnya dan segala sesuatu pasti akan ada pertanggungjawabannya, maka anak akan melakukan hal-hal baik selama ia hidup di dunia dan hal ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang diberikan oleh sebuah keluarga.
Daftar Pustaka
Al Hasan, Yusuf Muhammad. 2009. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta : Yayasan Al-Sofwa.
Armstrong, Thomas. Setiap Anak Cerdas! Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Iberani Jamal S., Hidayat M.M. 2003. Mengenal Islam. Jakarta : El-Kahfi.
Ibrahim, Marwah Daud. 2003. Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan. Jakarta : MHMMD Production.
Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta : Indonesian Herritage Foundation.
Sujanto Agus, Lubis Halem, Hadi Taufik. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara.
Yusuf M.S., Burhanudin J., Agoestyowati R. 2004. Meniti Sukses Menata Masa Depan. Jakarta : Graha Ilmu dan LP3i.
Rabu, 26 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar