Di Kamar seorang adik laki-laki 10 tahun lalu…
Seorang gadis kecil yang masih duduk di kelas 6 SD menemukan sebuah buku biru di tumpukan barang2 tak terpakai di kamar adik laki-lakinya. Hanya sebuah buku penuh debu yang agak usang. Ternyata itu adalah sebuah buku bahasa Jepang. Segeralah ia tanyakan pada ibunya buku siapa itu. Bibinya dahulu ternyata pernah mempelajari buku itu. Entah bagaimana buku itu bisa sampai ke kamar adiknya hingga ada di tangan gadis kecil saat itu..
Gadis kecil yang menemukan buku itu terlihat sangat gembira, karena ia sangat menyukai Jepang. Ya, ini karena sebuah drama televisi Jepang yang ditayangkan sebuah stasiun TV swasta di Indonesia. Drama itu berjudul “Anchor Woman”, menceritakan tentang perjuangan seorang jurnalis televisi dalam mempertahankan idealismenya..
Kembali ke gadis kecil,
Ia membuka2 buku tersebut, terlihat kebingungan karena sama sekali tidak mengerti tulisan apa yang ada di dalamnya.. Lalu Ia pun berusaha mencernanya, dengan tidak bertanya pada siapapun..
Sampai suatu hari, ia bisa menghafal huruf-huruf Hiragana dan Katakana di buku tersebut
Saat itu ia sudah beranjak kelas 1 SMP
Ia benar2 bertekad bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi ilmuwan dan sekolah di Jepang. Gadis itu memang cerdas, terbukti ia mampu masuk ke SMP unggulan no.1 di Jakarta.. Di SMP kecintaannya terhadap Jepang semakin bertambah,Ini karena ia juga berteman dengan orang-orang yang sehobi, hobi Jepang..
Tapi entahlah, gadis itu merasa tidak terlalu Jepang2 banget, karena ia hanya tertarik dengan bahasa dan kehebatan Jepang. Jarang ia tertarik terhadap anime dan drama. Buatnya, itu hanyalah media pembelajaran bahasa Jepang baginya. Ia bertekad suatu saat nanti ia bisa belajar bahasa Jepang dengan baik dan benar, tidak otodidak seperti saat itu. Ia maklum karena orangtuanya masih belum mampu untuk membiayai kursus tambahan.
Kecerdasan gadis itu membuatnya mampu masuk ke sebuah SMA ternama di Jakarta. Akhirnya ketika kelas 1 SMA semester kedua, ia berkesempatan untuk mengikuti kursus bahasa Jepang di sebuah lembaga bahasa Jepang di sekolahnya. Ia menjadi pembelajar paling cepat di kelas itu, selalu menjadi gadis yang tidak sabar untuk pertemuan berikutnya ataupun PR2 yang diberikan senseinya. Ia sangat senang jika setiap pertemuan, senseinya selalu menyuruhnya berbicara di depan kelas dengan bahasa Jepang. Bercerita banyak hal, tentang hobi, kegiatan sehari2, keluarga, dll sehingga bahasa Jepangnya semakin terasah dengan baik. Namun, seiring dengan waktu, ia hanya berkesempatan belajar hingga BASIC 3.
Di SMA, ia pernah menjuarai Cerdas cermat bahasa Jepang dan menjadi Finalis Japanese Speech Contest untuk pelajar SMA. Sejak kelas 1 SMA, ia sudah menyiapkan bekal rapornya agar bisa mengikuti seleksi beasiswa MONBUKAGAKUSHO, beasiswa Jepang paling terkenal seantero dunia. Syarat untuk mendaftar beasiswa tsb saat itu adalah seleksi dokumen dari rapor semester terakhir, seleksi tertulis dan wawancara.
Ia sudah mencari tahu hal tersebut sejak awal ia masuk SMA, oleh karena itu ia benar2 mempersiapkan diri sebaik mungkin. Persaingan di SMAnya semakin ketat, namun ia masih berhasil mendapat prestasi yang baik di sekolahnya. Terbukti gurunya memilihnya untuk mengikuti seleksi OSN bidang astronomi. Yah, walaupun bidang itu bukan minatnya namun ia tetap mencoba.
Masih di SMA, ia bersama teman-temannya mendirikan sebuah klub Jepang. Yah, walaupun klub ini tak begitu serius, mungkin hanya berisikan kegiatan2 bertema Jepang tapi cukup lah untuk terus menjaga mimpinya. Masih di kelas 1 SMA akhir, ia mengikuti seleksi AFS (pertukaran pelajar SMA). Tentu, negara tujuannya adalah Jepang walaupun banyak negara yang ditawarkan menjadi tempat tujuan. Ya, ia lolos seleksi dokumen, seleksi tertulis, lalu sampailah ia di seleksi wawancara. Wawancara dilakukan dalam dua bahasa. Wawancara bahasa Inggris dilaluinya dengan lancar. Namun wawancara dalam bahasa Indonesia sangat menguji mentalnya. Gadis polos itu tidak mengerti apa yang harus dijawabnya. Ia hanya mengimpikan Jepang, Jepang dan Jepang sehingga sepertinya pewawancara merasa gadis itu belum siap untuk mengikuti pertukaran pelajar yang seharusnya siap ditempatkan di negara manapun. Jadilah gadis itu gagal. Ini adalah kegagalannya yang pertama. Ia tak menyerah. Impiannya tentang Jepang masih terus membara.
Sebelum Ujian Nasional, gadis kecil yang sudah tumbuh menjadi remaja tersebut sudah diterima di sebuah Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur PMDK. Ia juga berhasil mencetak nilai rapor yang gemilang, sehingga ia berkesempatan mendaftar MONBUSHO yang memiliki persyaratan nilai yang tinggi, walaupun hanya sekedar untuk mengambil formulirnya. Lengkaplah sudah impiannya saat itu. Diterima di PTN lewat jalur PMDK lalu mendaftar MONBUSHO. Impiannya menjadi seorang ilmuwan akan segera terwujud. ia diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, jurusan Ilmu Pangan terbaik di seantero univesitas di Indonesia, begitu juga dengan universitas yang akan di apply-nya lewat MONBUSHO, ia mendaftar kategori S1 Food Science. Walaupun belum mengerti apa itu food science, ia sudah bertekad menjadi food scientist.
Ternyata oh ternyata, seleksi dokumen beasiswa MONBUSHO pun tak lolos. Hal itu menghancurkan hatinya. Bagaimana bisa, nilainya yang semulus itu bisa tidak di akui, bahkan hanya untuk lolos seleksi dokumen lalu ikut seleksi tertulis yang sudah ia persiapkan sebelumnya?? Ia menangisi kegagalan saat itu. Namun akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan di Tempat barunya, sebuah PTN ternama.
Tahun berikutnya, ia masih bertekad mengikuti seleksi MONBUSHO karena masih ada 3 kali kesempatan yang bisa dipergunakan. Takkan ia sia2kan. Dan kali ini, walaupun standar seleksi dokumen naik, ternyata ia bisa lolos (mungkin ada pertimbangan jika pernah apply di tahun sebelumnya). Ia pun bisa mengikuti seleksi tertulis. Namun saat itu, ia tak mempersiapkan dengan baik karena waktunya hampir bersamaan dengan ujian di tempat kuliahnya. Persiapan pun sangat minim. Jadilah ia tak lulus, sekali lagi.
Saat itu, sudah satu tahun ia belajar di tempat kuliahnya. Prestasinya begitu gemilang. IPK 3.75, sebuah pencapaian yang cukup baik, cukup untuk membangunnya kembali meraih mimpi2 yang mulai retak.
Ia bertekad akan ke Jepang melalui PTN ini. benarlah, banyak jalan yang ia bisa lalui untuk kesana. Banyak seniornya yang belajar disana, banyak program yang mendukung. Setiap tahun, setiap tahun ia selalu bertanya ke ICO (International Collaboration Office) di kampusnya ttg beasiswa Jepang apa yang ada. Karena setiap tahun selalu ada beasiswa pertukaran pelajar ke Jepang. Namun ia merasa itu belum saatnya, tahun pertama ia belum bisa mendaftar karena belum ada nilai yang keluar saat pendaftaran, tahun kedua ia diamanahkan di BEM Fakultas karena itu ia memutuskan tidak mendaftar, tahun ketiga ia diamanahkan di sebuah Unit Kegiatan Kampus terkemuka di kampusnya dan disumpah tidak akan pergi ke luar negeri demi menjalankan amanahnya tersebut. Gadis itu bersabar, ia yakin suatu saat nanti akan ada sebuah masa untuknya. Ia tak peduli seberapa banyak temannya dari SMP hingga Kuliah yang sudah berhasil belajar disana, seberapa banyak temannya yang sudah bolak-balik ke sana, seberapa banyak kenalannya yang mengoleh2kannya barang2 Jepang. Timbul iri sedikit di hatinya, iri yang biasa, iri yang memotivasi. Ia tak peduli peminat Jepang saat ini sudah banyak sekali, sudah banyak orang Indonesia di sana. Ia sungguh tak peduli.
Sampai pada tingkat 4, ia mendaftar sebuah beasiswa pertukaran pelajar. Menurutnya ini adalah saat yang tepat. Keberangkatannya pun direncanakan setelah penelitiannya selesai sehingga tidak akan mengganggu studinya. Selain itu, ia juga sudah merencanakan aplikasi sekembalinya ia dari sana, walaupun hanya sempat belajar di Jepang selama 1 tahun. Dan saat ini ia masih menunggu, keputusan itu.
Bagaimana? akankah gadis kecil tersebut mampu mewujudkan impiannya?
Ah, saya yakin.. andaikan kesempatan kali ini ia tak berhasil, ia pasti takkan pernah menyerah dan putus asa..
Mari, kita doakan saja semoga gadis itu dapat menjemput impiannya..
Mohon doanya
Seorang gadis kecil yang masih duduk di kelas 6 SD menemukan sebuah buku biru di tumpukan barang2 tak terpakai di kamar adik laki-lakinya. Hanya sebuah buku penuh debu yang agak usang. Ternyata itu adalah sebuah buku bahasa Jepang. Segeralah ia tanyakan pada ibunya buku siapa itu. Bibinya dahulu ternyata pernah mempelajari buku itu. Entah bagaimana buku itu bisa sampai ke kamar adiknya hingga ada di tangan gadis kecil saat itu..
Gadis kecil yang menemukan buku itu terlihat sangat gembira, karena ia sangat menyukai Jepang. Ya, ini karena sebuah drama televisi Jepang yang ditayangkan sebuah stasiun TV swasta di Indonesia. Drama itu berjudul “Anchor Woman”, menceritakan tentang perjuangan seorang jurnalis televisi dalam mempertahankan idealismenya..
Kembali ke gadis kecil,
Ia membuka2 buku tersebut, terlihat kebingungan karena sama sekali tidak mengerti tulisan apa yang ada di dalamnya.. Lalu Ia pun berusaha mencernanya, dengan tidak bertanya pada siapapun..
Sampai suatu hari, ia bisa menghafal huruf-huruf Hiragana dan Katakana di buku tersebut
Saat itu ia sudah beranjak kelas 1 SMP
Ia benar2 bertekad bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi ilmuwan dan sekolah di Jepang. Gadis itu memang cerdas, terbukti ia mampu masuk ke SMP unggulan no.1 di Jakarta.. Di SMP kecintaannya terhadap Jepang semakin bertambah,Ini karena ia juga berteman dengan orang-orang yang sehobi, hobi Jepang..
Tapi entahlah, gadis itu merasa tidak terlalu Jepang2 banget, karena ia hanya tertarik dengan bahasa dan kehebatan Jepang. Jarang ia tertarik terhadap anime dan drama. Buatnya, itu hanyalah media pembelajaran bahasa Jepang baginya. Ia bertekad suatu saat nanti ia bisa belajar bahasa Jepang dengan baik dan benar, tidak otodidak seperti saat itu. Ia maklum karena orangtuanya masih belum mampu untuk membiayai kursus tambahan.
Kecerdasan gadis itu membuatnya mampu masuk ke sebuah SMA ternama di Jakarta. Akhirnya ketika kelas 1 SMA semester kedua, ia berkesempatan untuk mengikuti kursus bahasa Jepang di sebuah lembaga bahasa Jepang di sekolahnya. Ia menjadi pembelajar paling cepat di kelas itu, selalu menjadi gadis yang tidak sabar untuk pertemuan berikutnya ataupun PR2 yang diberikan senseinya. Ia sangat senang jika setiap pertemuan, senseinya selalu menyuruhnya berbicara di depan kelas dengan bahasa Jepang. Bercerita banyak hal, tentang hobi, kegiatan sehari2, keluarga, dll sehingga bahasa Jepangnya semakin terasah dengan baik. Namun, seiring dengan waktu, ia hanya berkesempatan belajar hingga BASIC 3.
Di SMA, ia pernah menjuarai Cerdas cermat bahasa Jepang dan menjadi Finalis Japanese Speech Contest untuk pelajar SMA. Sejak kelas 1 SMA, ia sudah menyiapkan bekal rapornya agar bisa mengikuti seleksi beasiswa MONBUKAGAKUSHO, beasiswa Jepang paling terkenal seantero dunia. Syarat untuk mendaftar beasiswa tsb saat itu adalah seleksi dokumen dari rapor semester terakhir, seleksi tertulis dan wawancara.
Ia sudah mencari tahu hal tersebut sejak awal ia masuk SMA, oleh karena itu ia benar2 mempersiapkan diri sebaik mungkin. Persaingan di SMAnya semakin ketat, namun ia masih berhasil mendapat prestasi yang baik di sekolahnya. Terbukti gurunya memilihnya untuk mengikuti seleksi OSN bidang astronomi. Yah, walaupun bidang itu bukan minatnya namun ia tetap mencoba.
Masih di SMA, ia bersama teman-temannya mendirikan sebuah klub Jepang. Yah, walaupun klub ini tak begitu serius, mungkin hanya berisikan kegiatan2 bertema Jepang tapi cukup lah untuk terus menjaga mimpinya. Masih di kelas 1 SMA akhir, ia mengikuti seleksi AFS (pertukaran pelajar SMA). Tentu, negara tujuannya adalah Jepang walaupun banyak negara yang ditawarkan menjadi tempat tujuan. Ya, ia lolos seleksi dokumen, seleksi tertulis, lalu sampailah ia di seleksi wawancara. Wawancara dilakukan dalam dua bahasa. Wawancara bahasa Inggris dilaluinya dengan lancar. Namun wawancara dalam bahasa Indonesia sangat menguji mentalnya. Gadis polos itu tidak mengerti apa yang harus dijawabnya. Ia hanya mengimpikan Jepang, Jepang dan Jepang sehingga sepertinya pewawancara merasa gadis itu belum siap untuk mengikuti pertukaran pelajar yang seharusnya siap ditempatkan di negara manapun. Jadilah gadis itu gagal. Ini adalah kegagalannya yang pertama. Ia tak menyerah. Impiannya tentang Jepang masih terus membara.
Sebelum Ujian Nasional, gadis kecil yang sudah tumbuh menjadi remaja tersebut sudah diterima di sebuah Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur PMDK. Ia juga berhasil mencetak nilai rapor yang gemilang, sehingga ia berkesempatan mendaftar MONBUSHO yang memiliki persyaratan nilai yang tinggi, walaupun hanya sekedar untuk mengambil formulirnya. Lengkaplah sudah impiannya saat itu. Diterima di PTN lewat jalur PMDK lalu mendaftar MONBUSHO. Impiannya menjadi seorang ilmuwan akan segera terwujud. ia diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, jurusan Ilmu Pangan terbaik di seantero univesitas di Indonesia, begitu juga dengan universitas yang akan di apply-nya lewat MONBUSHO, ia mendaftar kategori S1 Food Science. Walaupun belum mengerti apa itu food science, ia sudah bertekad menjadi food scientist.
Ternyata oh ternyata, seleksi dokumen beasiswa MONBUSHO pun tak lolos. Hal itu menghancurkan hatinya. Bagaimana bisa, nilainya yang semulus itu bisa tidak di akui, bahkan hanya untuk lolos seleksi dokumen lalu ikut seleksi tertulis yang sudah ia persiapkan sebelumnya?? Ia menangisi kegagalan saat itu. Namun akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan di Tempat barunya, sebuah PTN ternama.
Tahun berikutnya, ia masih bertekad mengikuti seleksi MONBUSHO karena masih ada 3 kali kesempatan yang bisa dipergunakan. Takkan ia sia2kan. Dan kali ini, walaupun standar seleksi dokumen naik, ternyata ia bisa lolos (mungkin ada pertimbangan jika pernah apply di tahun sebelumnya). Ia pun bisa mengikuti seleksi tertulis. Namun saat itu, ia tak mempersiapkan dengan baik karena waktunya hampir bersamaan dengan ujian di tempat kuliahnya. Persiapan pun sangat minim. Jadilah ia tak lulus, sekali lagi.
Akhirnya ia menyerah ke Jepang melalui jalur MONBUSHO S1. Ia mencari jalan lain. Ia tak kenal menyerah.
Saat itu, sudah satu tahun ia belajar di tempat kuliahnya. Prestasinya begitu gemilang. IPK 3.75, sebuah pencapaian yang cukup baik, cukup untuk membangunnya kembali meraih mimpi2 yang mulai retak.
Ia bertekad akan ke Jepang melalui PTN ini. benarlah, banyak jalan yang ia bisa lalui untuk kesana. Banyak seniornya yang belajar disana, banyak program yang mendukung. Setiap tahun, setiap tahun ia selalu bertanya ke ICO (International Collaboration Office) di kampusnya ttg beasiswa Jepang apa yang ada. Karena setiap tahun selalu ada beasiswa pertukaran pelajar ke Jepang. Namun ia merasa itu belum saatnya, tahun pertama ia belum bisa mendaftar karena belum ada nilai yang keluar saat pendaftaran, tahun kedua ia diamanahkan di BEM Fakultas karena itu ia memutuskan tidak mendaftar, tahun ketiga ia diamanahkan di sebuah Unit Kegiatan Kampus terkemuka di kampusnya dan disumpah tidak akan pergi ke luar negeri demi menjalankan amanahnya tersebut. Gadis itu bersabar, ia yakin suatu saat nanti akan ada sebuah masa untuknya. Ia tak peduli seberapa banyak temannya dari SMP hingga Kuliah yang sudah berhasil belajar disana, seberapa banyak temannya yang sudah bolak-balik ke sana, seberapa banyak kenalannya yang mengoleh2kannya barang2 Jepang. Timbul iri sedikit di hatinya, iri yang biasa, iri yang memotivasi. Ia tak peduli peminat Jepang saat ini sudah banyak sekali, sudah banyak orang Indonesia di sana. Ia sungguh tak peduli.
Sampai pada tingkat 4, ia mendaftar sebuah beasiswa pertukaran pelajar. Menurutnya ini adalah saat yang tepat. Keberangkatannya pun direncanakan setelah penelitiannya selesai sehingga tidak akan mengganggu studinya. Selain itu, ia juga sudah merencanakan aplikasi sekembalinya ia dari sana, walaupun hanya sempat belajar di Jepang selama 1 tahun. Dan saat ini ia masih menunggu, keputusan itu.
Bagaimana? akankah gadis kecil tersebut mampu mewujudkan impiannya?
Ah, saya yakin.. andaikan kesempatan kali ini ia tak berhasil, ia pasti takkan pernah menyerah dan putus asa..
Mari, kita doakan saja semoga gadis itu dapat menjemput impiannya..
Mohon doanya